Jakarta, CNN Indonesia -- Penyidik Badan Reserse Kriminal Polri Ajun Komisaris Besar Brotoseno diduga menerima suap untuk memperlambat pemeriksaan salah seorang yang terlibat di kasus dugaan korupsi proyek cetak sawah di Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
"Jadi seseorang yang mengaku pengacara, itu yang memberikan sejumlah uang untuk memudahkan pemeriksaan terhadap saudara DI," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Komisaris Besar Rikwanto di Markas Besar Polri, Jakarta, Jumat (18/11).
Pengacara tersebut berinisial HR. Rikwanto tidak menyebutkan satupun identitas lengkap dari pihak-pihak yang terkait dalam kasus ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rikwanto mengatakan Brotoseno diamankan petugas Divisi Profesi dan Pengamanan Polri bersama seorang perwira lain yang berinisial D pada Jumat 11 November 2016 lalu di Jakarta.
Setelah diinterogasi, keduanya mengaku menerima uang suap untuk mengamankan perkara sebesar Rp1,9 miliar.
Rikwanto mengatakan petugas langsung menyita uang suap sebesar Rp1,9 miliar tersebut dari tangan keduanya. Mereka mengaku, uang tersebut berasal HR.
"HR memberikan mandat kepada anak buahnya berinisal LM. Dan dia (LM) yang memberikan," kata Rikwanto.
Inisial DI muncul berdasarkan pengakuan kedua perwira tersebut, ujarnya. Mereka menyebut DI adalah salah seorang yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi cetak sawah.
Brotoseno dan perwira berinisial D diduga menerima uang untuk memudahkan pemeriksaan DI. "(karena dia) Sering ke luar negeri, baik bisnis dan berobat, jadi diminta jangan terlalu cepat periksa, agak perlambat," kata Rikwanto.
Saat ini kasus tersebut masih disidik oleh Bareskrim. Penyidik sudah menetapkan seorang tersangka yakni Ketua Tim Kerja Kementerian BUMN Upik Rosalina Wasrin.
Selain itu, penyidik juga telah memeriksa mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan. Polisi sempat menyebut akan kembali memeriksa Dahlan, namun hal itu belum terealisasi.
Proyek yang berlangsung sejak 2012 hingga 2014 itu diduga fiktif karena tidak sesuai dengan proyeksi awal. Sebabnya, penetapan lokasi calon lahan di Ketapang, Kalimantan Barat, dilakukan tanpa melalui investigasi dan calon petani tidak memadai.
Proyek bernilai Rp317 miliar itu pengerjaannya dipercayakan kepada PT Sang Hyang Seri. Namun, perusahaan tersebut justru melempar proyek kepada PT Hutama Karya, PT Indra Karya, PT Brantas Abipraya, dan PT Yodya Karya.
Atas dugaan korupsi ini, penyidik juga telah menyita uang sejumlah Rp69 miliar dari Sang Hyang Seri.
(rel/asa)