Jakarta, CNN Indonesia -- Markas Besar Polri menyebut demonstrasi susulan menuntut proses hukum Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tidak perlu dikaitkan lagi dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Pada demo 14 Oktober dan 4 November lalu, pedemo mengatasnamakan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI. Mereka mendorong agar aparat hukum menindaklanjuti kasus dugaan penistaan agama yang menyeret Ahok.
Pembentukan GNPF MUI ini setelah MUI mengeluarkan fatwa bahwa Ahok telah melakukan penistaan agama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Saya pikir nama itu sudah tidak relevan lagi ya, waktu itu kan GNPF MUI, dalam arti (menuntut) dugaan penistaan agama,” ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Komisaris Besar Rikwanto di Markas Besar Polri, Jakarta, Selasa (22/11).
Rikwanto mengatakan Polri sudah bekerja memproses kasus dugaan penistaan agama ini sehingga demonstrasi itu sebenarnya sudah tidak diperlukan, terlebih dengan membawa nama MUI.
"Jadi jangan mengatasnamakan MUI. Kalau memang mau unjuk rasa, nyatakan siapa kami (demonstran), kemudian mau apa?" ujarnya.
Demonstrasi susulan oleh GNPF MUI rencananya diadakan pada 2 Desember yang akan datang. Selain itu, polisi juga mendapat informasi akan ada demonstrasi susulan pada 25 November ini.
Berdasarkan informasi intelijen, demonstrasi pada 25 November di DPR berpotensi ditunggangi oleh pihak yang berencana melakukan upaya makar.
"Itu tentunya ada informasi yang masuk, yang sudah dikaji dan didalami. Tentunya pernyataan itu dikeluarkan, hasil dari kajian," kata Rikwanto.
Walau demikian, polisi belum menyatakan sikap terkait upaya pencegahan upaya makar tersebut. Rikwanto mengatakan masalah teknis seperti itu akan berjalan sesuai dengan kondisi yang berkembang.
"Proses apakah ada yang akan ditangkap, ada yang akan dipanggil, ada yang akan dilaporkan itu proses berjalan saja. Kan indikasi itu akan dikumpulkan keterangan-keterangan tambahan," kata Rikwanto.
Selebihnya, dia tidak bisa menyampaikan lebih lanjut mengenai informasi terkait makar ini. Alasannya, hal itu adalah hasil kajian yang bersifat internal.
Sebelumnya, Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian mengatakan pihaknya menerima informasi terkait upaya sejumlah pihak yang ingin menguasai Gedung DPR RI pada rencana aksi bela Islam III. Dia mewanti-wanti agar aksi lanjutan itu tidak membawa agenda tersebut.
Tito menilai rencana menguasai gedung parlemen dapat dikategorikan sebagai makar. Menurutnya, hal itu melanggar Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 104 hingga 107 tentang Kejahatan Terhadap Keamanan Negara.
"Ada upaya-upaya tersembunyi dari beberapa kelompok yang ingin masuk ke DPR dan berusaha untuk 'menguasai' DPR. Aksi ini bagi kami, Polri dan TNI, jelas melanggar hukum," ujarnya.
Sementara itu, GNPF MUI juga telah menegaskan tak akan melakukan demonstrasi pada 25 November mendatang. GNPF MUI menyatakan hanya akan melakukan demo 'Aksi Bela Islam' ketiga pada 2 Desember.
"Tanggal 25 itu bukan demo kami. Kami GNPF MUI aksi damai tanggal 2 Desember," kata Sekretaris Jenderal DPP FPI Jakarta Novel Chaidir Hasan Bamukmin saat dihubungi CNNIndonesia.com.
(yul)