Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa (CMP) So Kok Seng alias Aseng sebagai tersangka dugaan suap proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tahun anggaran 2016.
Aseng diduga memberikan hadiah atau janji pada pejabat dengan maksud mendapatkan persetujuan anggaran proyek Direktorat Jenderal Bina Marga di Kementerian PUPR tahun anggaran 2016.
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, penetapan Aseng sebagai tersangka merupakan tindak lanjut dari kasus suap yang juga melibatkan anggota DPR RI Damayanti Wisnu Putranti dan seorang pengusaha Abdul Khoir. Namun KPK belum dapat menjelaskan lebih jauh ke mana suap itu diberikan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Soal itu kami belum dapat update lebih detail. Sementara kami masih sampaikan terkait posisi dan status SKS (Aseng) sebagai tersangka," ujar Febri di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (7/12).
KPK juga telah menggeledah rumah Wakil Komisi V DPR dari Fraksi PKS, Yudi Widiana Adia, kemarin. Penggeledahan itu dilakukan di tiga lokasi berbeda, yakni di rumah Yudi di Jakarta dan Cimahi, dan rumah seorang saksi lain di Serang.
Namun Febri enggan menjelaskan lebih jauh kaitan penggeledahan rumah Yudi dengan penetapan Aseng sebagai tersangka. Ia menegaskan bahwa penggeledahan dilakukan untuk mencari bukti berupa dokumen maupun informasi lain yang akan memperkuat dugaan penanganan terhadap sebuah tindak pidana korupsi.
"Hasil (penggeledahan) belum detail. Kami baru dapat infomasi ada dokumen-dokumen terkait yang turut disita di sana," ujar Febri.
Lebih lanjut Febri menegaskan, KPK akan terus mengembangkan kasus dugaan suap yang melibatkan sejumlah anggota DPR ini. Jika ada fakta lain yang menurut penyidik meyakinkan, kata Febri, tak menutup kemungkinan perkara ini dilanjutkan ke tahap baru penyidikan.
"Tentu saja nama-nama lain atau informasi lain sangat mungkin didalami oleh penyidik secara detail," tuturnya
Kasus ini berawal ketika Abdul bersama Aseng dan Direktur PT Sharleen Raya John Alfred diduga menyuap beberapa anggota Komisi V DPR termasuk Damayanti agar mengusulkan proyek pembangunan di Maluku sebagai program aspirasi dan diteruskan ke Kementerian PUPR. Jika berhasil, proyek tersebut akan dikerjakan oleh perusahaan milik Abdul. Akibat perbuatan itu, Abdul divonis empat tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
(gil)