Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi akan mengawasi proses pengusutan kasus dugaan korupsi dana sosialisasi Asian Games 2018 senilai Rp61,3 miliar yang menjerat Sekretaris Jenderal Komite Olimpiade Indonesia (KOI), Dody Iswandi.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, pengawasan yang dilakukan KPK merupakan bagian dari supervisi antarlembaga penegak hukum, khususnya dalam ranah tindak pidana korupsi.
"Kalau sudah ditangani seperti itu, KPK hanya supervisi dan koordinasi. Jadi kami awasi," ujar Agus di kantor KPK, Jakarta, Selasa (6/12).
Agus menuturkan, pengawasan kasus itu sama halnya dengan proses pengawasan yang dilakukan KPK dalam kasus korupsi dana pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) di Kementerian Pertahanan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam supervisi itu, ia berkata, KPK memberi masukan atas beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti untuk menyelesaikan kasus tersebut.
Meski demikian, Agus mengklaim KPK akan membuka diri jika Polri meminta bantuan untuk mengsusut dugaan korupsi Sekjen KOI tersebut.
"Kalau misalkan kepolisian memerlukan bantuan, misalnya mencari barang bukti atau mencari orang, seperti yang sudah kami lakukan dalam
asset recovery, kami akan bantu," ujar Agus.
Berdasarkan Surat yang ditandatangani Kasubdit V Korupsi Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya AKBP Ferdy Irawan, Dody Iswandi diduga melakukan korupsi dan pencucian uang terkait Carnaval Road To Asian Games 18 di Kota Surabaya, Jawa Timur.
Surat bernomor B/6906/XI/2016/DitReskrimsus, tertanggal 22 November 2016 mencantumkan nama Dody sebagai tersangka.
KOI melaksanakan sosialisasi di enam kota dalam rangka Asian Games di Jakarta dan Palembang. Selain Surabaya, lima kota lain yang menjadi tempat sosialisasi itu adalah Medan, Makassar, Bandung, Palembang dan Jakarta.
Dana sosialisasi tersebut bersumber dari APBN sebesar Rp61,3 miliar. Komisi X DPR menilai ada kejanggalan dalam penggunaan dana APBN tersebut, sehingga meminta BPK melakukan Penyelidikkan dengan Tujuan Tertentu.
Hasil dari penelusuran itu menunjukkan ada potensi kerugian negara dan KOI diminta untuk mengembalikan dana sebesar Rp40 miliar.
(abm/abm)