Jakarta, CNN Indonesia -- Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menjalani pemeriksaan sebagai saksi kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi.
Ganjar menjadi saksi bagi dua tersangka proyek pengadaan e-KTP, Sugiharto dan Irman. Selama pemeriksaan, Ganjar mengaku banyak ditanya soal proses penganggaran.
"Tadi lebih banyak ditanya soal proses penganggaran. Memang agak lama karena ada beberapa data minta dikonfirmasi sehingga kami harus membuka dokumen," ujar Ganjar usai menjalani pemeriksaan, Rabu (7/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dokumen itu, kata Ganjar, berkaitan dengan sejumlah rapat proyek pengadaan e-KTP yang pernah dibahas saat dirinya masih duduk di Komisi II DPR. Ganjar mengaku tak menemukan keanehan dalam proses penganggaran tersebut.
Menurutnya, proses penganggaran itu memang memerlukan waktu cukup lama dan bertahap mulai dari pembelian chip, jenis chip, pembelian kartu, hingga alat yang digunakan.
"Sebenarnya kalau di kami prosesnya dulu biasa saja," kata Ganjar.
Selain soal anggaran, Ganjar juga ditanya soal dugaan pembagian komisi proyek e-KTP dari konsorsium pemenang tender pada anggota Komisi II DPR. Namun politikus PDI Perjuangan ini mengaku tak menerimanya.
Saat itu pihaknya hanya menimbang soal manfaat dan persiapan untuk pelaksanaan Pemilu dan jenis kartu yang digunakan dari konsorsium pemenang tender.
"Ada pertanyaan apakah Pak Ganjar menerima, ya enggak ada. Kebetulan tadi ada salah satu (saksi lain) yang langsung dikonfrontasi pada saya dan jawab apa adanya. Jadi saya senang," kata Ganjar.
Selain Ganjar, KPK juga memeriksa mantan Ketua Komisi II DPR Chairuman Harahap. Dalam pemeriksaannya, Chairuman ditanya terkait proses pembahasan proyek e-KTP.
Menurut Chairuman, saat pembahasan proyek e-KTP di Komisi II tak ada permasalahan yang terlalu signifikan. Permasalahan itu, kata dia, baru terjadi pada saat pelaksanaan.
Politikus Golkar itu menegaskan, DPR memang mengawasi program e-KTP namun tidak secara teknis sampai pada pelaksanaan proyek. DPR, kata dia, hanya meminta pertanggungjawaban Kementerian Dalam Negeri tentang sejauh mana pelaksanaan proyek e-KTP tersebut.
"Itu pengawasan DPR sesuai fungsinya dalam pelaksanaan kebijakan, tapi untuk pengawasan fisik tidak ada," tutur Chairuman.
Menurut Chairuman, Gamawan Fauzi yang saat itu menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri selalu menyampaikan perkembangan proyek e-KTP pada DPR. Pihak kementerian menargetkan e-KTP harus selesai sebelum pemilu 2014 demi memudahkan pendataan nomor induk kependudukan tunggal sebagai basis data daftar pemilih tetap yang valid.
Chairuman sebelumnya telah membantah tudingan Muhammad Nazaruddin yang menyebutkan dirinya ikut menikmati uang hasil korupsi dari proyek pengadaan paket penerapan e-KTP tahun 2011–2012 di Kementerian Dalam Negeri.
Nazaruddin pernah menyerahkan dokumen tentang dugaan korupsi pada proyek e-KTP ke KPK pada September 2013. Kerugian negara ditaksir mencapai Rp2,3 triliun akibat dugaan korupsi tersebut.
Dalam dokumen itu terdapat sejumlah nama yang diduga ikut terlibat di antaranya mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek e-KTP Kementerian Dalam Negeri Sugiharto, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, termasuk Chairuman.
Dalam kasus tersebut, KPK telah menetapkan dua tersangka, yaitu Sugiharto dan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Irman.
(gil)