Panitera Perkara Suap Grup Lippo Divonis 5,5 Tahun Penjara

Priska Sari Pratiwi | CNN Indonesia
Kamis, 08 Des 2016 19:53 WIB
Edy Nasution terbukti menerima suap dari mantan petinggi grup Lippo, Doddy Aryanto Supeno, terkait kepengurusan dua perkara perdata di PN Jakarta Pusat.
Mantan Panitera PN Jakarta Pusat Edy Nasution (tengah) divonis 5,5 tahun penjara. (Antara Foto/Sigid Kurniawan)
Jakarta, CNN Indonesia -- Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis 5,5 tahun penjara dan denda Rp150 juta subsidier dua bulan kurungan terhadap mantan panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution.

Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni delapan tahun penjara. Edy terbukti menerima suap dari mantan petinggi grup Lippo, Doddy Aryanto Supeno, terkait kepengurusan dua perkara perdata di PN Jakarta Pusat.

Meski demikian, majelis hakim menyatakan bahwa uang sebesar Rp1,5 miliar yang diduga diterima Edy untuk kepengurusan perkara tersebut tidak dapat dibuktikan keabsahannya. Edy hanya terbukti menerima suap secara bertahap yakni uang sebesar Rp100 juta, US$50 ribu, dan Rp50 juta.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Penyerahan uang Rp1,5 miliar itu sebatas anggapan karena tidak ada barang bukti yang disita sebagai perbandingan," ujar anggota majelis hakim Yohanes Priyana, Kamis (8/12).

Selain itu, Edy juga mengaku tak pernah mengambil uang Rp1,5 miliar tersebut. Pernyataan itu diperkuat keterangan saksi Ervan Adi Nugroho yang menyatakan tak pernah mengeluarkan uang sebesar Rp1,5 miliar untuk mengurus perkara karena dianggap telah selesai. Sementara penyerahan uang Rp100 juta, US$50 ribu, dan Rp50 juta telah diakui terdakwa sehingga menjadi bukti yang sempurna.

Edy juga terbukti menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp10,35 juta, US$70 ribu, dan Sin$9.825. Menurut majelis hakim, Edy tak bisa membuktikan bahwa uang tersebut berasal dari penerimaan yang sah.

"Sehingga majelis hakim berpendapat uang itu sebagai gratifikasi yang harus dianggap sebagai suap," kata hakim Yohanes.

Di samping itu, majelis hakim meminta JPU mengembalikan sejumlah harta milik Edy seperti yang disampaikan dalam pledoi atau nota pembelaan. Harta itu berupa uang US$3.000, Sin$1.800, dan Rp2,3 juta yang dianggap tidak terkait dengan objek tangkap tangan.

Harta Edy lainnya berupa paspor dinas dan pribadi, ponsel merek iPhone, ponsel merek Nokia tipe E90, dan satu unit mobil CRV atas nama anak Edy beserta kunci kontaknya juga diminta untuk dikembalikan. Majelis hakim beralasan, mobil tersebut masih digunakan untuk menunjang kegiatan anak Edy sehari-hari.

"Terdakwa juga masih mempunyai tanggungan anak dan tidak punya penghasilan sejak diskors sebagai panitera. Maka pantas dan adil apabila barang bukti itu dikembalikan pada terdakwa," ucap hakim Yohanes.

Menanggapi putusan tersebut, Edy menyatakan menerima dan tak akan mengajukan banding.

Disinggung soal dugaan suap Rp1,5 miliar yang tak terbukti, jaksa Dzakiyul Fikri mengakui bahwa tidak ada saksi langsung yang menyatakan suap tersebut.

"Ya memang tidak ada saksi langsung. Cuma dari data komunikasi memang ada (suap Rp1,5 miliar)," ujar Fikri.

Sementara terkait permintaan majelis hakim untuk mengembalikan harta Edy, jaksa menyatakan untuk mempertimbangkan terlebih dulu.

"Itu putusan hakim kami harus pertimbangkan lagi kira-kira apa kami terima atau upaya lebih lanjut," kata Fikri.

Edy dijerat dengan Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Edy sebelumnya didakwa menerima suap sebesar Rp2,3 miliar secara bertahap. Uang pertama sebesar Rp1,5 miliar dalam bentuk dollar Singapura dan Rp100 juta diberikan Doddy atas persetujuan Komisaris Grup Lippo, Eddy Sindoro. Selanjutnya pemberian uang sebesar US$50 ribu dan Rp50 juta diberikan pada Edy atas perintah staf legal grup Lippo, Wresti Kristian Hesti.

Suap bagi Edy diduga untuk menunda salinan putusan perkara dua anak usaha Group Lippo di PN Jakarta Pusat yakni PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) dengan PT Kwang Yang Motor Co, Ltd (Kymco) serta PT First Media melawan PT Across Asia Limited (AAL). (gil)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER