Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Jawa Tengah Agus Sriyanto mengaku dirinya dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo tak mengetahui ada putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan izin lingkungan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk.
Ketidaktahuan itu membuat Ganjar sependapat menerbitkan Surat Keputusan Gubernur nomor 660.1/30 Tahun 2016 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan Bahan Baku Semen dan Pembangunan serta Pengoperasian Pabrik Semen di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, tertanggal 9 November 2016.
Izin baru tersebut menggantikan izin lama yang diterbitkan pada 30 April 2012 melalui SK Nomor 660.1/17 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan dan Pembangunan Pabrik Semen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Agus mengakui, putusan PK MA memang dikeluarkan tertanggal 5 Oktober 2016, tetapi salinannya baru diterima Ganjar dan dirinya tertanggal 17 November 2016.
“Kami tidak tahu ada putusan MA itu. Makanya izin ini tidak ada hubungannya sama sekali dengan PK MA, Pak Gubernur menerima salinan putusan tanggal 17 November,” kata Agus kepada CNNIndonesia.com, Minggu (11/12).
Menurut Agus, izin lingkungan baru tertanggal 9 November 2016 juga tidak mengubah substansi apapun dari izin yang sudah diterbitkan tahun 2012.
Izin lingkungan baru itu diterbitkan atas permintaan Semen Indonesia dengan dua alasan yaitu ada perubahan nama dari PT Semen Gresik (Persero) Tbk menjadi PT Semen Indonesia; dan perubahan penggunaan lahan.
“Jadi itu sama saja, tidak ada yang berubah, tidak ada kaitan dengan PK MA,” tutur Agus.
Berdasarkan catatan CNNIndonesia.com, ada perubahan antara izin lingkungan tahun 2012 dengan izin baru tertanggal 9 November lalu.
Untuk izin tahun 2012, disebutkan bahwa izin untuk “penambangan dan pembangunan pabrik”, namun menjadi “izin penambangan dan pembangunan pabrik, serta pengoperasian pabrik semen” untuk tahun 2016.
“Pengoperasian pabrik” merupakan hal yang berbeda dengan “pembangunan pabrik”. Atas pertanyaan mengenai perbedaan tersebut, Agus menjawab, dirinya tak melihat ada substansi yang berbeda.
“Yang izin sekarang dibuat disertai pengoperasian pabrik karena sekarang kan memang sudah selesai pembangunannya, jadi mau beroperasi. Maka dibuat seperti itu, tidak masalah,” ujar Agus.
 Aksi petani Rembang menolak pabrik semen. (CNN Indonesia/Ajeng Dinar Ulfiana) |
Tak Ada SyaratAgus juga menyebut, tidak ada syarat tertentu yang harus dipenuhi sebuah perusahaan sebelum mengoperasikan pabrik.
“Pabrik sudah hampir jadi. Bahwa perubahan izin lingkungan itu bergantung dari pada kondisi yang sekarang. Syarat lain setahu saya tidak ada untuk pengoperasian pabrik,” katanya.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo membantah izin itu diterbitkan secara sembunyi-sembunyi. Dia menuturkan surat yang dikeluarkan 9 November lalu adalah Surat Izin Pengawasan Amdal atas laporan warga kepada pemerintah provinsi tersebut yang kemudian terdapat sejumlah koreksi.
Melalui keterangan resminya, Ganjar menuturkan pemerintah memberikan addendum atau tambahan klausul dalam izin tersebut. Karena ada tambahan, kata dia, maka izin lama otomatis dicabut.
"Jadi itu bukan izin baru, melainkan perubahan dari izin lama," tegas Ganjar.
 Gubernur Ganjar dalam satu acara. Terkait dengan pemberian izin semen di Rembang, dia menuturkan yang terjadi adalah perubahan izin lama. ( ANTARA FOTO/R. Rekotomo) |
Permintaan Semen IndonesiaSementara itu, General Manager of Corporate Secretary PT Semen Indonesia Agung Wiharto membenarkan bahwa ada permintaan dari perusahaannya untuk mengubah izin lingkungan dengan alasan perubahan nama dan luas.
Perubahan luas tersebut yaitu lahan penambangan batu kaur dari 520 hektare menjadi 296 ha; penambangan tanah liat dari hampir 200 ha menjadi sekitar 90 ha; dan perubahan tanah untuk akses jalan.
“Perubahan ini memengaruhi RPL dan RKL, setiap enam bulan memang harus disesuaikan dengan kondisi yang terbaru, makanya ada perubahan izin lingkungan,” ujar Agung.
Perubahan nama Semen Gresik menjadi Semen Indonesia sebenarnya sudah terjadi sejak Desember 2012. Namun perusahaan baru mengajukan perubahannya bersamaan dengan perubahan luas penambangan hanya demi alasan praktis.
Terkait dengan hal tersebut, beberapa kelompok lingkungan seperti Wahana Lingkungan (Walhi) dan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) berencana menggugat Ganjar karena dianggap menyalahi aturan lingkungan hidup.
“Kami sedang melakukan analisis hukum, setelah siap akan mendaftarkan gugatan pidana lingkungan,” kata Manajer Kampanye Pesisir Laut dan Pulau Kecil Walhi Ony Mahardika.
Menurut Walhi, kata Ony, Ganjar tidak memenuhi persyaratan analisa dampak lingkungan dalam mengeluarkan perizinan.
(asa)