Periode Ketua DPD Disebut Tak Jelas, UU MD3 Digugat ke MK

Priska Sari Pratiwi | CNN Indonesia
Kamis, 15 Des 2016 23:46 WIB
Sejumlah anggota DPD mengajukan uji materi UU MD3. Pasal yang diuji adalah masa jabatan Ketua DPD yang diklaim tidak jelas.
Sejumlah anggota DPD mengajukan uji materi UU MD3 ke MK. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Daerah mengajukan permohonan uji materi Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3) ke Mahkamah Konstitusi.

Ketentuan yang diuji di antaranya tentang masa jabatan pimpinan DPD dan pemberlakuan tata tertib di lingkungan internal DPD.

Kuasa hukum pemohon, Irman Putra Sidin mengatakan, terdapat ketidakjelasan masa jabatan pada ketua DPD dalam peraturan tersebut. Ketentuan ini tertuang dalam aturan Pasal 269 ayat 1 tentang jabatan pimpinan DPD.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Padahal, kata dia, kekuasaan lembaga legislatif seperti MPR, DPR, DPD, DPRD, dan lembaga eksekutif seperti presiden, memiliki jabatan politik yang mengikuti rezim pemilu lima tahun. Mestinya, menurut Irman, pimpinan lembaga legislatif juga mengikuti rezim pemilu lima tahun.

"Masa jabatan Ketua DPD tidak jelas dalam peraturan tersebut dan sangat terasa ada nafsu politik dari orang-orang tertentu," ujar Irman di Gedung MK, Jakarta, Kamis (15/12).

Dalam ketentuan tersebut, lanjutnya, hanya menjelaskan bahwa masa jabatan diatur dalam tata tertib masing-masing lembaga. Irman menganggap hal itu telah menimbulkan ketidakpastian.

Selain itu, ketiadaan aturan tentang masa jabatan pimpinan DPD dinilai berpotensi menimbulkan pemahaman bahwa masa jabatan pimpinan DPD dapat berubah-ubah selama disepakati dalam sidang paripurna.

Dalam permohonannya, Irman juga meminta agar MK dapat mengeluarkan putusan provisi atas uji materi tersebut. Putusan ini hanya dilakukan dalam keadaan mendesak untuk menetapkan suatu tindakan sementara sebelum putusan akhir dijatuhkan. Ia juga meminta pada DPR agar tidak melanjutkan revisi UU MD3 hingga ada putusan di MK.

"Kami tahu putusan provisi sangat jarang dan mahal harganya. Tapi ini untuk kepentingan lembaga sebesar DPD," katanya.

Irman melihat ada kepentingan politik yang sangat besar untuk merebutkan kursi pimpinan DPD. Apalagi proses pemilihan pimpinan DPD juga belum diatur dalam tata tertib DPD. Oleh karena itu, ia menilai putusan provisi dari MK dapat meminimalisasi nafsu politik dalam pemilihan ketua.

Namun majelis hakim konstitusi menyatakan akan mempertimbangkan permintaan tersebut terlebih dulu. Terlebih putusan provisi baru sekali dikeluarkan oleh MK saat uji materi UU Tindak Pidana Korupsi yang diajukan mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Bibit Samad Rianto dan Candra Hamzah. Saat itu keduanya juga tengah tersandung kasus oleh pihak kepolisian.

Selain permohonan tersebut, pihaknya juga mengajukan uji materi Pasal 300 ayat 2 tentang peraturan tata tertib di internal ligkungan DPD. Peraturan tersebut dinilai berlaku surut dan membuat pimpinan DPD terancam diberhentikan dari jabatannya setiap tahun.

Salah satu pemohon, Djasarmen Purba menyatakan, ketidakjelasan aturan tersebut membuatnya tak maksimal bekerja sebagai anggota dewan. Sebab sebagai lembaga negara, DPD harus terus bekerja dan tak hanya fokus melakukan pemilihan pimpinan.

Sementara masa jabatan M Soleh sebagai pengganti Ketua DPD saat ini hanya berlaku enam bulan, setelah itu akan kembali dilakukan pergantian. Soleh diketahui menggantikan Ketua DPD sebelumnya yakni Irman Gusman yang kini tengah terjerat kasus suap.

"Sesuai masa jabatan kami sebagai anggota lima tahun, maka sudah semestinya pimpinan kami juga sama (lima tahun)," ucapnya.

Selain dua pasal tersebut, ketentuan yang turut diuji yakni Pasal 15 ayat 2 tentang jabatan pimpinan MPR, Pasal 84 ayat 2 tentang jabatan pimpinan DPR, dan Pasal 261 ayat 1 huruf i tentang penyampaian laporan kinerja oleh pinpinan DPD. Pemohon terdiri dari empat orang anggota DPD yakni GKR Hemas, Djasarmen Purba, Anang Prihantoro, dan Marhany Victor Poly Pua.

Sebagai catatan, dari hasil rapat kerja badan legislasi DPR menyatakan bahwa rancangan UU MD3 masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) tambahan 2016. RUU ini juga masuk dalam prolegnas RUU Prioritas tahun 2017. Keputusan ini diambil jika proses revisi sampai pengesahan tidak selesai di tahun 2016. Seperti diketahui, munculnya RUU MD3 karena fraksi PDIP meminta kursi pimpinan DPR. (rel/rel)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER