Jakarta, CNN Indonesia -- Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sepakat melarang organisasi masyarakat keagamaan melakukan
sweeping atau razia terkait fatwa soal pelarangan atribut keagamaan nonmuslim.
Kesepakatan itu terjalin setelah Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian mengundang Ketua MUI Ma'ruf Amin berdiskusi di kediaman dinasnya di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada malam hari ini.
Ma'ruf menyampaikan pihaknya tidak membenarkan aksi razia yang dilakukan oleh ormas keagamaan tertentu. MUI meminta aksi itu dihentikan dan tidak terjadi kembali.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"MUI secara tegas tidak membenarkan
sweeping yang dilakukan pihak atau ormas tertentu yang berdasarkan informasi terjadi di beberapa daerah. Kami minta sweeping itu dihentikan," ujar Ma'ruf saat menggelar konferensi pers di Rumah Dinas Kapolri, Selasa (20/12) malam.
Menurutnya, fatwa soal pelarangan atribut keagamaan nonmuslim dikeluarkan agar umat Islam menjaga akidah dan keyakinannya. Sebab, berdasarkan informasi yang diterima MUI pemilik sejumlah pusat perbelanjaan kerap memaksa karyawannya untuk mengenakan atribut nonmuslim menjelang perayaan hari Natal.
Namun demikian, Ma'ruf menambahkan, fatwa tersebut tidak wajib dituruti oleh seluruh umat Islam. Bagi yang ingin mengenakan atribut nonmuslim berdasarkan keinginan pribadi, MUI tidak melarang.
"Bagi yang mau menggunakan atribut nonmuslim bukan karena terpaksa, itu tanggung jawab pribadinya. Kalau bahasa agama, mereka tanggung dosa sendiri, karena MUI sudah mengeluarkan fatwa soal itu," ujarnya.
Di tempat yang sama, Tito mengatakan pihaknya akan menindak tegas ormas yang melakukan razia, apalagi sampai melakukan tindak penganiayaan dan pengeroyokan.
Tito berjanji akan memerintahkan jajarannya untuk berkoordinasi dengan pemilik pusat perbelanjaan di setiap daerah agar tidak memaksa karyawannya menggunakan atribut Natal.
Ia menambahkan, perusahaan yang melakukan pemaksaan terhadap karyawannya dapat dikenakan pidana, Pasal 335 ayat 2 KUHP tentang Perbuatan Tidak Menyenangkan.
"Pengusaha atau asosiasi pemilik hotel akan disampaikan jangan ada paksaan, apalagi sampai menyertakan ancaman seperti pemecatan. Sebenarnya kalau ada ini, tidak usah pakai fatwa MUI, karena sudah masuk pemaksaan dan itu masuk pidana," kata Tito.
Sama seperti pernyataan Ma'ruf, ia tidak mempermasalahkan umat Islam yang mau menggunakan atribut nonmuslim berdasarkan keinginan pribadi.
Tito pun mengingatkan, oknum-oknum ormas tidak boleh mengintimidasi karyawan pusat perbelanjaan yang menggunakan atribut natal berdasarkan keinginan pribadi. Menurutnya, hal tersebut merupakan tanggung jawab masing-masing individu kepada Tuhan.
Tito juga kembali mengingatkan bahwa personelnya akan membubarkan ormas yang mensosialisasikan fatwa MUI di pusat perbelanjaan.
"Dalam rangka kepentingan dianggap itu meresahkan, polisi akan memeberi peringatan pembubaran sebanyak tiga kali, kalau tidak diindahkan kami bisa bubarkan dengan paksa dan itu sesuai undang-undang," kata Tito.
Ia pun mengajak seluruh elemen bangsa untuk menjaga sikap saling menghormati. Tito mengatakan umat Islam harus mengedepankan toleransi antarumat beragama jelang hari raya keagamaan umat Kristen.
Menurutnya, hal ini harus dilakukan demi menjaga keutuhan Indonesia. Suasana sekarang jelang Natal dan Tahun Baru, mari hormati saudara Nasrani yang melaksanakan hari besarnya. Kita sebagai negara berlandaskan Bhinneka Tunggal Ika harus mengembangkan sikap toleransi antarsuku, agama, dan ras agar Indonesia tetap utuh," tutur Tito.
(evn)