Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mendesak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengevaluasi program penyediaan rumah susun bagi warga korban penggusuran. Desakan muncul setelah LBH Jakarta menemukan banyak kekurangan dalam program tersebut.
Menurut pengacara publik LBH Jakarta Alldo Fellix Januardy, penempatan korban penggusuran di rusun membuat mereka terasing dari kehidupannya.
Temuan tersebut diperoleh usai LBH Jakarta melakukan survei pemenuhan hak atas perumahan yang layak bagi korban penggusuran, April hingga Oktober lalu. Survei dilakukan terhadap 250 responden yang tersebar di 18 rusun di ibu kota.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Fisik rusun dan fasilitas memang oke, tapi itu tidak cukup karena warga juga butuh kerja. Apakah benar rusun menjadi solusi bagi korban penggusuran paksa?" kata Alldo di kantor LBH Jakarta, Rabu (21/12).
Hasil survei LBH Jakarta mencatat hanya ada 27,8 persen warga yang berkata bahwa transportasi publik mudah diakses dari rusun. Sementara 21,5 persen warga menilai jarak tempuh menuju lokasi kerja bertambah lebih dari 20 kilometer sejak menghuni rusun.
Selain itu, kata Alldo, pengeluaran masyarakat yang tinggal di rusun meningkat jika dibanding sebelum mereka bermukim di sana. Tambahan pengeluaran berkisar antara Rp100 ribu hingga lebih dari Rp300 ribu per bulan.
Pengeluaran tambahan muncul karena mereka harus membayar biaya sewa rusun senilai Rp300 ribu tiap bulannya. Penghuni rusun juga harus mengeluarkan biaya besar untuk transportasi sejak mereka tinggal di sana.
LBH juga mencatat peningkatan pengangguran, naik dari 8,2 persen menjadi 13,5 persen. Banyak warga setempat menganggur pasca pindah ke rusun, padahal kebutuhan meningkat. Mereka terpaksa banyak utang.
"Kemudian, 70 persen warga di rusun pendapatannya di bawah UMP (Upah Minimum Provinsi)," tuturnya.
Atas temuan tersebut, LBH Jakarta meminta Pemprov DKI Jakarta mengevaluasi kebijakan pengadaan rumah yang baik dengan pembangunan rusun.
Pengacara publik LBH Jakarta Cindy Iqbalini mengatakan, pengadaan rumah yang layak tak harus dilakukan dengan cara membangun rusun. Pembangunan kampung deret yang pernah dijanjikan Presiden Joko Widodo saat masih menjadi Gubernur DKI Jakara, kata Cindy, dapat menjadi solusi penyediaan rumah bagi warga.
Dia menambahkan, relokasi ke rusun dapat tetap dilakukan asal Pemprov DKI Jakarta memperbaiki pemenuhan hak-hak dasar bagi penghuni rumah vertikal tersebut ke depan. Solusi untuk masyarakat bisa dilihat dalam sudut pandang yang lebih luas.
"Relokasi tidak haram asalkan syaratnya dipenuhi yaitu masalah ganti rugi, tidak melibatkan polisi dan tentara, dan proses hukum diselesaikan di pengadilan sebelum ada relokasi," kata Cindy.
(pmg/obs)