Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Direktur Utama PT Melati Technofo Indonesia Fahmi Darmawansyah (FD), terkait dugaan suap proyek pengadaan alat pemantau satelit di Badan Keamanan Laut (Bakamla), Jumat (23/12).
Fahmi ditahan satu hari setelah mangkir dari pemeriksaan KPK dengan alasan berada di luar negeri. Fahmi akan segera mendekam di Rutan Klas I KPK yang berlokasi di Cabang Polisi Militer Kodam Jaya Guntur.
Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan, Fahmi ditahan setelah ditanyai penyidik sebagai saksi untuk tersangka penerima suap, yakni Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi (ESH).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pasca operasi tangkap tangan pertengahan bulan ini, saudara FD resmi kami tahan hingga 20 hari ke depan," ujar Febri.
Febri menuturkan, Fahmi mengaku kembali ke Indonesia kemarin. Pagi tadi, sekitar pukul 8.00 WIB, ia datang ke kantor KPK didampingi kuasa hukumnya, Maqdir Ismail.
Saat keluar dari kantor KPK, Fahmi membantah seluruh sangkaan penyidik. Ia juga mengklaim tidak mengenal Eko. "Saya tidak kenal dengan pejabat itu. Saya tidak tahu soal suap," tuturnya.
Fahmi membantah tuduhan melarikan diri dari Indonesia yang diarahkan kepadanya. Ia berujar telah berada di luar negeri sebelum operasi tangkap tangan (OTT) terjadi.
"Yang jelas saya bukan buron. Saya datang ke KPK dengan niat baik untuk klarifikasi," ujarnya.
Dikonfirmasi terpisah, Maqdir mengaku sebelum menjadi tersangka, Fahmi sudah berada di Belanda untuk menjalani pengobatan.
Namun Maqdir mengaku tidak mengetahui secara pasti penyakit yang diderita oleh suami pemain film Inneke Koesherawati itu. “Dia sedang berobat. Saya tidak dikasih tahu sakit apa,” ujar Maqdir.
Maqdir membenarkan status Fahmi sebagai Bendahara Majelis Ulama Indonesia. Namun ia menyebut, posisi itu telah ditinggalkan Fahmi sebelum diterpa kasus dugaan suap.
“Benar dia pernah jadi pengurus. Tapi dia sudah lama nonaktif,” ujarnya.
KPK menetapkan empat orang menjadi tersangka setelah operasi tangkap tangan di kantor Bakamla, Jakarta, 13 Desember lalu. Selain Fahmi dan Eko, dua tersangka lain adalah pegawai PT MTI , yaitu Hardy Stefanus dan Muhammad Adami Okta.
Dalam penindakan itu, KPK menyita barang bukti berupa uang senilai Rp2 miliar dari tangan Eko. Uang itu diduga merupakan sebagian komitmen
fee sebesar 7,5 persen dari nilai proyek pengadaan alat pemantau satelit di Bakamla sebesar Rp402,7 miliar.
(abm/rdk)