Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah diminta memperbaiki transparansi dari penerimaan biaya Surat Tanda Nomor Kendaraan(STNK) dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), sebelum menaikkan dua tarif tersebut.
Menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati, saat ini penerimaan dari pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dari kenaikan tarif STNK dan BPKB, masih menyisakan masalah transparansi.
"Dana yang dipungut dari masyarakat prinsip utama harus transparan dan akuntabel, ini ada jaminan dari pemerintah. Menurut saya selama ini berbagai macam PNBP banyak meyisakan masalah transparansi.” kata Enny saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (4/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Enny, dengan menerapkan prinsip transparansi, dampak manfaat dari kenaikan tarif STNK dan BPKB akan terlihat. Dampak manfaat dari kenaikan tarif ini, kata Enny yang harus dijelaskan pemerintah.
"Kalau hanya naik saja dan tidak ada data, tidak bisa dikalkulasi secara pasti antara dampak kenaikan tarif dengan dampak pemanfaatan," kata Enny.
Menurut Enny, mekanisme transparansi dapat ditempuh melalui lembaga keuangan. Menurut dia, standar mekanisme perbankan tidak mudah dimanipulasi.
"Sehingga akan menjamin besaran penerimaan yang dipungut dari masyarakat," kata Enny.
Pemerintah akan menerapkan tarif baru penerbitan dan pengurusan Surat Tanda Nomor Kendaraan(STNK) dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) secara serentak mulai 6 Januari 2017. Kenaikan tarif 2-3 kali lipat.
Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, kenaikan tarif STNK dan BPKB melalui kajian mendalam. Menurut Sri Mulyani tarif yang dipatok saat ini sudah enam tahun tidak mengalami perubahan. Padahal, setiap tahun selalu terjadi inflasi.
"Untuk Polri, semenjak 2010 itu tidak pernah dilakukan pembaruan terhadap tarif. Jadi, sekarang Polri memperbaiki layanannya kepada seluruh masyarakat. Untuk STNK, SIM dan lain-lain, tarifnya sejak 2010 tidak pernah di-
update," ujar Sri Mulyani, Selasa (3/1).
(yul)