Menjamin Hak Politik Difabel di Pilkada 2017

Lalu Rahadian | CNN Indonesia
Sabtu, 07 Jan 2017 08:00 WIB
Keputusan KPU memperbolehkan kalangan difabel memilih dari rumah selaras dengan Pasal 13 UU Nomor 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas.
hak politik difabel di Indonesia sebenarnya telah dilindungi dalam Pasal 13 huruf g Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengizinkan pemilih disabilitas menggunakan hak suara dari rumah dalam Pilkada 2017 mendapat sambutan positif dari kalangan difabel.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum Disabilitas Jawa Timur Hari Kurniawan mengatakan, akibat keputusan KPU itu, pemilih disabilitas akan dapat dengan mudah menggunakan hak pilihnya saat hari pemilihan pada 15 Februari mendatang.

"Apalagi sampai ada langkah afirmatif dengan mendatangi rumah-rumah difabel, pastilah suara difabel tidak mungkin terabaikan. Mereka pasti bisa mengikuti pesta demokrasi dalam pilkada 2017 nanti," kata Hari yang menjadi pengidap tuna daksa saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (6/1).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hari menjelaskan, hak politik difabel di Indonesia sebenarnya telah dilindungi dalam Pasal 13 huruf g Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Pada peraturan tersebut, kelompok difabel berhak memperoleh aksesibilitas pada sarana dan prasarana penyelenggaraan pemilihan umum, pemilihan kepala daerah, bahkan pemilihan kepala desa.
Upaya menarik partisipasi pemilih difabel dalam pesta demokrasi sebenarnya telah dilakukan KPU sejak Pemilu Legislatif dan Eksekutif 2014 silam. Saat itu, ada kolom tambahan untuk penyandang difabel yang terdapat pada pendataan daftar pemilih.

Namun, Hari berkata ada beberapa KPU Daerah yang mengabaikan kolom difabel saat Pemilu 2014. Karena diabaikan, upaya afirmasi itu pun tidak terlalu berdampak positif.

Hari mengaku, banyak pemilih disabilitas yang tidak bisa menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu 2014 lalu karena keterbatasan akses menuju tempat pemungutan suara.

"Mereka tidak bisa mencoblos karena kurangnya aksesibilitas bagi penyandang disabilitas dan cenderung diabaikan," tuturnya.
Padahal, menurut Hari, ada 12 persen penyandang disabilitas dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia. Data tersebut diperoleh dari estimasi badan kesehatan dunia, WHO, tentang jumlah penyandang disabilitas dalam suatu negara.

Dalam perhelatan Pilkada 2017 ada 49.460 pemilih disabilitas yang terdaftar di daftar pemilih tetap (DPT). Pemilih disabilitas terbanyak, sejumlah 17.786 orang, merupakan penyandang tuna daksa.

Pada Pilkada 2017 di DKI Jakarta terdapat 5.371 pemilih disabilitas yang telah terdata. Pemilih disabilitas di ibu kota Indonesia itu banyak terdapat di Jakarta Barat.
Afirmasi KPU

Fasilitasi pemilih disabilitas oleh KPU tercermin bukan hanya dari pemberian izin memilih dari rumah. Lembaga penyelenggara pemilu itu juga konsisten menghadirkan template kertas suara di tiap tempat pemungutan suara (TPS) untuk membantu difabel menggunakan hak suaranya.

Template yang dimaksud adalah sebuah wadah bertuliskan huruf braille. Pemilih tuna netra dapat menggunakan template tersebut untuk membantu menggunakan hak pilih.

Selain menggunakan template, pemilih disabilitas juga dapat menggunakan hak suaranya melalui orang terpercaya atau panitia pemungutan suara (PPS) setempat. Namun, perwakilan pemilih disabilitas harus mengisi form tertentu sebelum membantu difabel terkait.
Pembantu yang dipercaya harus menandatangani form C3. Form itu berisi pernyataan menjaga rahasia pilihan orang yang diwakilinya.

"Bantuan bisa diminta kepada keluarganya, rekannya, atau panitia pemungutan suara," kata Komisioner KPU RI Hadar Nafis Gumay, Rabu (4/1).

Selain menyediakan template dan form C3, KPU juga membuat aturan khusus terkait tinggi kotak suara dan pintu masuk TPS.

Dengan tujuan mempermudah akses pengguna kursi roda, KPU mewajibkan pintu TPS berukuran minimal 90 sentimeter. Kemudian, kotak suara akan diletakkan maksimal 35 sentimeter dari lantai.

Letak kotak suara yang rendah diputuskan agar mempermudah jangkauan pemilih disabilitas untuk memasukkan surat suara selepas mereka memilih.

"Tinggi meja kotak suara paling tinggi 35 cm dari dasar lantainya supaya mereka bisa menggunakan kesempatan memasukkan surat suara setelah dicoblos secara mandiri," ujar Komisioner KPU DKI Betty Idroos, Kamis (5/1).
Pendidikan Politik Minim

Walau KPU dipandang berhasil mengafirmasi hak politik difabel, pemilih disabilitas dianggap belum mendapat pendidikan politik yang cukup hingga saat ini.

Hari menuturkan, pendidikan politik sebenarnya penting diberikan pemilih disabilitas. Jika mereka mendapat pendidikan politik yang cukup, pemilih disabilitas dipercaya mampu memahami peta politik saat pilkada atau pemilu berlangsung.

Pendidikan politik juga dianggap penting dimiliki agar pemilih disabilitas tidak mudah 'disetir' calon-calon kepala daerah tertentu.

"Kalau calon-calon tersebut tidak memiliki visi, misi, dan program kerja prodifabel bisa jadi pertimbangan untuk tidak dipilih. Sejauh saya amati, perhatian yang diberikan para calon pimpinan daerah masih kurang," ujarnya.

Calon kepala daerah selama ini dianggap hanya menjadikan pemilih disabilitas sebagai objek dalam pilkada. Bahkan, ujar Heri, ide dan masukan dari difabel kerap diabaikan calon kepala daerah selama ini.
(rel)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER