Jakarta, CNN Indonesia -- Semarang disebut telah menjadi 'panggung baru' bagi kemunculan aksi intolerasi selama tahun 2016, khususnya konflik horizontal antara kelompok masyarakat dengan individu ataupun kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lainnya.
Menurut laporan tahunan Yayasan Lembaga Studi Agama (ELSA), kasus intoleransi di Semarang sempat beberapa kali terjadi baik di Kota maupun Kabupaten Semarang.
Sejumlah peristiwa yang terjadi pada 2016 di antaranya adalah penolakan kelompok Front Pembela Islam (FPI) terhadap acara Asy-Syuro yang dilakukan kelompok Syiah, penolakan acara buka puasa bersama Ibu Shinta Nuriyah Gus Dur di Gereja, serta seorang pelajar SMK yang tidak naik kelas karena menganut sebuah keyakinan dan tidak mau mengikuti pelajaran Agama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kejadian intoleransi itu dianggap meresahkan lantaran Semarang selama ini dianggap menjadi kota majemuk yang aman dan nyaman dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat.
"Semarang jadi panggung baru intoleransi. Sepertinya ada tren yang bergeser dari yang tadinya di kota atau daerah kecil ke kota besar seperti Semarang, meski itu bisa dilakukan secara sengaja atau tidak," ungkap Ketua Yayasan ELSA Tedi Kholiludin saat meluncurkan Laporan Tahunan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) di Semarang, kemarin.
Selain Semarang yang menjadi panggung baru, ELSA juga mencatat sepanjang 2016 aksi intoleransi di wilayah Jawa Tengah kini lebih kerap dilakukan hampir bertepatan dengan hari besar keagamaan.
Untuk konflik horizontal, sedikitnya ada 16 kasus yang tercatat oleh ELSA, sedangkan untuk konflik vertikal antara masyarakat dengan aparat, tercatat sebanyak 4 kasus.
Dibandingkan tahun 2015, menurut ELSA, ada peningkatan secara kualitas maupun kuantitas pengerahan massa dalam setiap aksi penolakan atau intoleransi.
Meski ada kenaikan atau bertambahnya kasus intoleransi, wilayah Jawa Tengah masih dikategorikan sebagai Daerah atau Kota yang masih toleran dibandingkan Jawa Barat dan D.I.Yogyakarta.
"Secara kualitas dan kuantitas naik, apalagi tren nya pakai pengerahan massa. Namun secara keseluruhan, Jawa Tengah masih toleran bila dibandingkan Jawa Barat dan Yogyakarta", tambah Tedi kepada CNNIndonesia.com.
ELSA memberikan apresiasi tinggi terhadap sikap ataupun kinerja aparat baik Polri maupun TNI dalam menyikapi atau menghadapi setiap tindakan intoleransi yang terjadi.
"Kami sangat apresiasi dengan kemajuan yang dilakukan Polri/TNI di mana Polda Jawa Tengah dan Kodam IV Diponegoro yang tegas dan cepat dalam menangani setiap potensi intoleransi yang terjadi", kata Tedi.