Kasus Patrialis Akbar, Rekrutmen Hakim MK Didesak Terbuka

Lalu Rahadian | CNN Indonesia
Sabtu, 28 Jan 2017 12:46 WIB
Pemerintah bersama DPR perlu menyiapkan sistem rekrutmen yang memenuhi prinsip transparan dan akuntabel karena hakim juga adalah aparat negara.
Pemerintah bersama DPR perlu menyiapkan sistem rekrutmen yang memenuhi prinsip transparan dan akuntabel karena hakim juga adalah aparat negara. (CNN Indonesia/Priska Sari Pratiwi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Perbaikan rekrutmen hakim didesak dilakukan setelah hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar tertangkap tangan dalam kasus dugaan suap uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Salah satunya, aturan dalam UU MK.

Usul tersebut disampaikan bekas Ketua Komisi Yudisial (KY) Suparman Marzuki. Menurutnya, pembenahan dunia peradilan Indonesia harus dimulai dari hulu.

Suparman mengatakan rekrutmen hakim tak boleh dilakukan tertutup di masa mendatang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pemerintah bersama DPR perlu menyiapkan sistem rekrutmen yang memenuhi prinsip transparan dan akuntabel. Tak boleh lagi rekrutmen tertutup karena hakim adalah aparat negara," kata Suparman di kawasan Menteng, Jakarta, Sabtu (28/1).

Saat ini, usul nama-nama hakim MK menjadi hak pemerintah, DPR, dan Mahkamah Agung. Hal tersebut tertulis dalam Pasal 24C Undang-undang Dasar 1945.

Sumber masalah lain juga adalah proses rekrutmen hakim MK yang justru terdapat dalam Undang Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang MK. Dia mengatakan dalam pasal 20 UU MK disebutkan bahwa mekanisme penentuan nama yang hendak diusulkan menjadi hakim konstitusi dikembalikan sepenuhnya kepada pemerintah, DPR, dan MA.

Karena mekanismenya dibebaskan, maka dikhawatirkan pengusulan nama calon hakim MK berjalan beda-beda di lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

"Ini harusnya direvisi, harus diatur oleh UU. Kalau tidak ini kan selera-selera saja. Zaman Pak SBY dia menggunakan segala cara, awalnya bentuk tim seleksi kemudian berikutnya dia tunjuk saja tanpa timsel. Pak Jokowi kemarin bentuk Timsel," tuturnya.

Pengawasan Internal

Selain meminta perombakan mekanisme rekrutmen hakim, Suparman juga mendesak MK untuk segera membenahi mekanisme pengawasan yang mereka miliki. Menurut Suparman, MK tak cukup hanya meminta maaf kepada publik pasca tertangkapnya Patrialis oleh KPK.

Jika perbaikan internal tak dilakukan, diyakini peristiwa suap atau korupsi yang melibatkan hakim konstitusi akan terulang lagi di masa depan.

Patrialis diduga menerima uang suap sebesar US$20 ribu dan Sin$200 ribu terkait uji materi UU 41/2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Patrialis diduga menerima suap dari pengusaha berinisial BHR melalui perantara KM. Ia ditangkap pada Rabu malam sekitar pukul 21.30 WIB di Mal Grand Indonesia, Jakarta.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya juga menyita sejumlah dokumen dari ruang kerja Patrialis Akbar di lantai 12 gedung Mahkamah Konstitusi. Selain dari ruang kerja Patrialis, KPK juga menyita beberapa dokumen di ruang kerja anggota hakim konstitusi I Dewa Gede Palguna dan Mahahan Sitompul. (asa)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER