Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshidiqie menilai sistem rekrutmen hakim konstitusi perlu perbaikan. Hal ini terkait kasus dugaan suap yang menjerat salah satu hakim konstitusi Patrialis Akbar.
Jimly menilai perlu ada pertemuan antara presiden, Ketua MK, Ketua Mahkamah Agung, dan ketua Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendiskusikan perbaikan sistem rekrutmen hakim konstitusi selanjutnya. Perbaikan itu tak hanya soal prosedur rekrutmen, tapi juga persyaratan sebagai hakim konstitusi.
"Ini jadi cara untuk memperbaiki kekurangan dan kelemahan yang terjadi di MK selama ini," kata Jimly usai pertemuan dengan pimpinan MK dan sejumlah mantan hakim konstitusi di gedung MK, Jakarta, Rabu (1/2).
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) ini juga menilai pentingnya perbaikan mekanisme rekrutmen yang selama ini dijatah tiga orang dari presiden, tiga orang dari MA, dan tiga orang dari DPR. Menurutnya, ketentuan tersebut dapat diperbaiki melalui peraturan masing-masing lembaga.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sampai sekarang baru ada tata tertib DPR soal rekrutmen hakim konstitusi. Belum ada peraturan presiden dan peraturan MA. Substansinya bagaimana, itu yang sebaiknya didiskusikan bersama," katanya
Jimly juga menegaskan, kasus Patrialis merupakan masalah pribadi. Menurutnya, kasus ini sama dengan kasus suap yang menjerat mantan Ketua MK Akil Mochtar. Modus yang dilakukan pun serupa, yakni dengan membocorkan rahasia putusan uji materi.
"Sama seperti peristiwa Akil, tidak ada kaitannya dengan institusi MK," ujar Jimly.
Jimly dan sebagian besar mantan hakim konstitusi lainnya merasa sedih dan kecewa saat mengetahui kasus yang menimpa Patrialis. Dia berkata, sembilan orang hakim konstitusi ini mestinya bersifat independen satu sama lain.
Hal ini tercermin pada sembilan tiang yang berdiri tegak di gedung MK. Menurutnya, sembilan tiang itu sebenarnya tak lazim lantaran mestinya tiang itu berjumlah genap. Namun akhirnya tiang itu sengaja dibangun dengan jumlah sembilan untuk menyesuaikan jumlah hakim konstitusi.
"Tiang-tiang itu independen. Maka kalau ada jalan pikiran satu hakim, itu tidak mencerminkan jalan pikiran delapan hakim lainnya," katanya.
Dalam pertemuan itu juga hadir sejumlah eks hakim MK lainnya yakni Maruarar Siahaan, Achmad Roestandi, Abdul Mukthie Fajar, M Laica Marzuki, dan Ahmad Syarifuddin Natabaya.
(pmg/pmg)