Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menunjuk Sumarsono sebagai Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta. Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri itu menggantikan posisi Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), untuk sementara, hingga 11 Februari 2017 jelang hari pencoblosan pilkada serentak.
Selama memimpin Jakarta, Soni--panggilan akrab Sumarsono--membuat beberapa kebijakan kontroversial, bahkan berseberangan dengan gubernur petahana. Mulai dari merevisi peraturan gubernur terkait ERP, pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2017, hingga pengangkatan kembali sejumlah pejabat yang pernah dinonaktifkan Ahok.
Soni menyatakan semua kebijakannya sesuai koridor hukum yang berlaku. Dia juga selalu berkonsultasi dengan Ahok maupun wakilnya, Djarot Saiful Hidayat. Meski demikian, dia berusaha menjaga jarak agar tidak menimbulkan kecurigaan jelang pilkada.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya harus menjaga suasana batin Agus Yudhoyono dan Anies Baswedan serta pasangannya. Karena sikap birokrasi adalah netral," katanya.
Sekitar pertengahan Januari lalu, tepatnya Kamis (12/1) pagi, sebelum menuju Balai Kota Jakarta, Soni menyempatkan diri berbincang dengan jurnalis
CNNIndonesia.com di Rumah Dinas Gubernur DKI Jakarta. Selama satu jam, Soni menjawab semua pertanyaan. Berikut petikan wawancaranya.
Selama menjabat Plt, apa target Anda memimpin Jakarta?Target pertama, terlaksananya lima tugas pokok yang ditetapkan dalam Permendagri Nomor 74 Tahun 2016 yang diberikan kepada saya untuk dijalankan. Tugas itu mulai dari menjalankan fungsi pemerintahan, menjaga ketenteraman dan ketertiban, Pilkada yang lancar, APBD lancar, organisasi perangkat daerah (OPD) juga lancar. Itu semua target saya.
Kedua, memberikan contoh mengelola pemerintahan yang baik. Saya ingin mencari model hubungan pusat dan daerah yang benar. DKI, walaupun tempatnya di Jakarta, sebesar apapun juga anggaran APBD-nya tetap dalam koridor sistem penyelenggaraan pemerintah daerah, satu poros pemerintahan di bawah Kemendgari.
Pengesahan APBD dan perampingan OPD jadi prioritas?Menandatangani APBD, tentu diawali dengan proses penyusunan APBD. Itu lebih cepat dari target, karena komitmen saya harus tuntas sebelum ayam berkokok 1 Januari 2017. Penyusunan organisasi perangkat daerah sebagai penjabaran Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Organisasi Perangkat Daerah. Diawali gubernur petahana pengajuannya, kemudian saya teruskan. Dalam pengisian seluruh perangkat daerah, saya berkonsultasi juga sebenarnya dengan gubernur petahana dan wagub untuk pertimbangan dan masukan. Dengan perubahan 5.080 jabatan, sebanyak 990 jabatan kami hilangkan, karena pesannya adalah perampingan.
 Sumarsono ketika mengecek kondisi Monas pasca aksi #212. (CNN Indonesia/Aulia Bintang Pratama) |
Mengapa Anda mengangkat kembali pejabat yang telah dinonaktifkan?Ada dua alasan. Alasan yang paling mendasar, jangan pernah kita menutup masa depan seseorang. Harapan ini yang saya wujudkan dengan mengangkat beberapa orang yang kita nilai rajin: tiap hari masuk, memiliki potensi kerja yang relatif lebih baik, tapi kesalahannya bukan korupsi. Kedua, dari segi aturan tidak ada larangan untuk staf tidak boleh dipromosikan.
Saya juga pernah distafkan selama 9 bulan karena persoalan politik, bukan urusan lain, tapi saya diangkat kembali. Sekarang jadi Dirjen Otda, penjabat Sulawesi Utara, Plt Gubernur DKI. Dalam pegawai negeri itu ada hukuman disiplin bertingkat-tingkat. Mulai peringatan lisan, peringatan tertulis 1, 2, ditunda kenaikan pangkatnya, diturunkan pangkatnya, baru diberhentikan. Proses yang panjang inilah pembinaan aparat sipil negara yang benar.
Berapa orang yang dipromosikan?Jumlahnya enggak banyak, dari 5.080 enggak sampai 0,5 persen. Semuanya ada 35 orang dari 5.080 jabatan. Ini semua mulai dari lurah, camat, staf SKPD kota administratif, sampai ke provinsi.
Apakah Anda melihat ada masalah dalam proses penonaktifan sebelumnya?Kita percaya Badan Pertimbangan Jabatan (Baperjakat). Komandannya adalah Sekda untuk level eselon bawah. Penilaian itu pertimbangan mereka, semua ada pembuktian masing-masing, karena di situ ada Badan Kepegawaian Daerah (BKD) yang memberikan
background,
track record, dan seterusnya. Kami telah memberikan perampingan sekitar 15 persen di DKI. Ini semua dilakukan di bawah pertimbangan Baperjakat.
Sebagai pelaksana gubernur, saya konsentrasi di eselon II dengan kepala SKPD-nya. Itu pun saya memperoleh dan minta pertimbangan dari gubernur dan wakil gubernur petahana, karena tidak mungkin saya susun sendiri. Saya sadar ketika mengakhiri jabatan itu nanti, toh mereka yang akan menggunakan. Jadi dari awal sudah saya kondisikan untuk di level pimpinan memang kami konsultasikan. Di level staf, berilah kepercayaan kepada Baperjakat, tidak perlu seorang gubernur masuk sampai ke level terkecil.
Apa yang perlu diperbaiki di Pemprov DKI?Banyak juga, tapi tidak dalam konteks pengendalian banjir yang telah berhasil, sistem transportasi luar biasa bagus, belum lagi soal MRT. Yang saya perbaiki lebih kepada pembenahan aparat sipil negara, termasuk memperbaiki hubungan di DPRD. Karena sistem pemerintahan di daerah, DPRD adalah mitra.
Ke depan dalam rangka membangun demokrasi yang sehat di Jakarta, tetap harus dibangun komunikasi yang baik, kemitraan yang baik, karena pemerintahan itu dalam sebuah sistem adalah eksekutif dan legislatif. ini mesti kuat. Ini yang saya kira dulu sempat terjadi hubungan yang kurang serasi, kemudian yang saya perbaiki. Maka keluarlah APBD yang lebih cepat dari target sebelumnya.
baca berikutnya: Sumarsono soal isu kedekatan dengan DPRD...
Jadi menurut Anda, gubernur petahana punya masalah serius dengan DPR?Kita tidak dalam posisi mencari salah dan benar. Saya melihat hanya sisi-sisi tertentu yang masih lemah harus diperkuat. Salah satunya, publik Jakarta tahu, adalah hubungan antara eksekutif dan legislatif. Titik inilah yang kemudian saya ingin perkuat dan mudah-mudahan ke depan ini bisa lebih baik.
Orang melihat saya selain sebagai Plt Gubernur, juga sebagai Dirjen Otda yang selama ini membina pemerintah daerah seluruh Indonesia, khususnya eksekutif dan legislatif. Ini pasti jadi beban moril buat saya kalau saya pelihara posisi konflik tersebut. Karena itu, saya cari model membangun kemitraan sekaligus memberikan contoh buat daerah lain. Hasilnya luar biasa, semua pekerjaan bisa dipercepat. Ini Demokrasi Pancasila, kenapa harus berbenturan kalau ada yang bisa dimusyawarahkan.
Ada kesan, Anda terlalu dekat dengan DPRD?Eksekutif harus dekat dengan legislatif, karena mereka mitra. Kedekatan saya sebagai Plt gubernur dengan DPRD harus dekat, tapi ada rambu-rambunya. Secara positif, kita memiliki komitmen yang sama. Tekad kita bangun, koridornya tetap kita jaga. Kedekatan jangan selalu dicurigai sesuatu yang kompromistis, melanggar aturan atau apapun yang sifatnya
negative thinking. Mari kita berpikir positif.
Bagaimana hubungan Anda dengan Ahok?Hubungan kami baik, sangat akrab. Mendagri tidak salah memilih seorang Soni Sumarsono menjadi Plt Gubernur, itu
statement dia. Komunikasi kami via WA (WhatsApp) terus berlangsung. Soal kebijakan, saya melanjutkan koridor kebijakan strategis Pak Ahok di dalam Rencana Kerja Pimpinan Daerah (RKPD) setahun. Jadi kalau saya melaksanakan koridor RPJMD, RKPD, kemudian kita acu dalam APBD, itu artinya saya sudah melanjutkan dan melaksanakan kebijakan misi dan visinya Ahok-Djarot.
Itu sudah kami sepakati dalam pertemuan minggu pertama dengan Pak Ahok, dan komunikasi lewat WA berjalan mulus dan lancar. Hanya saja kalau (komunikasi) terlalu sering, saya harus menjaga suasana batin Agus Yudhoyono, dan Anies Baswedan serta pasangannya. Saya harus menjaga, karena sikap birokrasi adalah netral. Konsultasi dibolehkan, tidak dilarang, termasuk dengan petahana, karena saya Plt, tetapi terlalu dekat dan terlalu sering bisa menimbulkan kecurigaan dan suasana yang enggak baik.
Sumarsono dianggap telah mengubrak-abrik APBD?Sederhana. Apa yang diubrak-abrik? Yang menyusun itu adalah tim di bawah koordinasi Baperda, termasuk pemberdayaannya Pak Ahok, sebenarnya. Tidak ada yang diubah-ubah. Dalam koridor, tidak ada perubahan sedikit pun. Plt Gubernur tidak masuk terlalu jauh di APBD. Kalau pun ada perubahan sifatnya penyesuaian.
Apa latar belakang perubahan kebijakan Pergub DKI nomor 149 tahun 2016 tentang Pengendalian Lalu Lintas Jalan Berbayar Elektronik/Electronic Road Pricing (ERP)? Ada surat masuk dari Komisi Pengawas Persaingan usaha (KPPU), komisi yang mengawasi monopoli. Pasal 8 Pergub ERP dianggap mendukung monopoli, karena menyebutkan teknologi tertentu, spesifikasi tertentu, merujuk kepada seolah-olah pemilik hak cipta teknologi sehingga tidak ada unsur persaingan. KPPU menganggap ini monopoli dan minta Pergub ini diubah.
Pasal substansinya mengenai
Dedicated Short Range Communication (DSRC). Itu sebenarnya bukan merek tapi teknologi ERP, dan memenuhi syarat proses lelang yang tidak monopoli. Di sisi lain, DSRC dianggap sudah mengarah kepada spesifik tertentu, harus dibuka teknologinya. Jadi pro-kontra dan saya buka wacana diskusi, sehingga ujungnya permintaan KPPU untuk merevisi pergub.
Jadi ini bukan atas inisiatif pribadi saya, tapi dinamika yang berkembang harus ada yang diperbaiki. Selain itu, memang ada koreksi dari Kemendagri melalui direktur produk hukum daerah. Ada beberapa pasal yang tidak boleh diatur. Contohnya, Pergub mengatur Polri. Jadi aturan pembuatan produk hukum ada yang salah, harus disesuaikan.
Soal kereta wisata, apa ada tujuan khusus selain rapat dan jalan-jalan?Tujuannya sebenarnya rekreasi sambil bekerja. Tujuan khususnya, saya terus terang sudah mengeluarkan Pergub 229/2016 mengenai pengembangan dan pelestarian budaya Betawi, sebagai penjabaran dari perda yang disiapkan Ahok Perda Nomor 4/2015 mengenai pengembangan budaya Betawi. Kalau mengembangkan budaya Betawi hanya di Jakarta saja, sulit meluas. Kami susun kombinasi dengan misi pariwisata, satu paket budaya nusantara Betawi, Jawa (Yogya) dan Bali, Paket Budaya Wisata Nusantara. Mereka menyambut gembira, dengan biaya Rp0 dari APBD. Biayanya adalah bantingan. Ini sebagai
exercise nasionalisme, apakah bangsa ini bisa bergotong royong atau tidak. Ternyata bisa.
Pernah melakukan hal yang sama sebelumnya?Saya sebelumnya di Sulawesi Utara melakukan rapat kerja di atas kapal, karena wilayahnya kepulauan. Saya pernah di BNPB, mengadakan rapat kerja di atas kapal dari Manado ke Miangas. Perjalanan semalam suntuk, kita bikin rapat kerja. Jadi hal ini bukan hal baru buat saya, dengan cara seperti inilah
team work building bisa kita bangun sekaligus merasakan indahnya Indonesia, keberagaman, kebersamaan.
baca berikutnya: tentang membagi waktu untuk keluarga....
Pernah terbayang sebelumnya ditunjuk jadi Plt Gubernur DKI Jakarta?Tidak. Saya tidak pernah mimpi, apalagi punya keinginan atau bahkan berusaha untuk menjadi Plt Gubernur DKI Jakarta. Bayangan saya adalah kalau pun harus menjadi Plt Gubernur ya, paling di luar Jawa, entah di Papua Barat atau Gorontalo. Tapi pertimbangan Menteri dan pimpinan kan berbeda. Dengan berbagai penilaian tertentu, saya enggak tahu itu apa, ujungnya saya dipanggil dan diberi tugas untuk memimpin Jakarta.
Apa bedanya jadi perumus kebijakan di Kemendagri dengan pelaksana tugas gubernur yang membuat dan melaksanakan kebijakan?Ini saling melengkapi. Ketika saya menjadi Dirjen Otda dan pengalaman saya sebagai perumus kebijakan, kami tidak pernah membayangkan di lapangan akan seperti apa. Misalnya penataan organisasi dalam rangka perampingan, kebijakan yang tidak lepas dari pemikiran saya juga sebagai Dirjen Otonomi Daerah. Tapi di lapangan tidak semudah itu. Saya merasakan dinamika yang terjadi secara riil nyata. Kalau setelah dilaksanakan ternyata berbeda, ini menjadi masukan untuk kebijakan yang kemudian kami reformulasi rumusannya kembali. Jadi ini adalah melengkapi. Di satu sisi sebagai pembuat kebijakan, di sisi lain di lapangan kami melaksanakan kebijakan yang dibuat di pusat.
Apa hambatan birokrasi yang Anda ditemui?Kontrol yang demikian luas, dari gubernur sampai kelurahan, menjadi ciri khas betapa kompleksitas masalah lebih besar dibanding gubernur daerah lain. Ke depan, harus diperkuat peranan para wali kota, sehingga ada pembagian tugas dan kewenangan yang lebih jelas dalam posisi kepala wilayah administratif
face to face dengan kewenangan gubernur, walaupun otonominya di provinsi.
Hambatan kedua, dinamika sensitivitas. Apapun langkah kita, muncul berbagai komentar (publik), termasuk berita palsu atau
hoax yang berkembang besar. Ini harus bisa direspons dengan cepat. Kalau lambat, terjadilah kesimpangsiuran informasi. Ke depan, pemimpin Jakarta harus transparan karena publik rasa ingin tahunya sangat tinggi. Daerah lain tidak sampai seperti itu. Jadi, gubernur DKI berada di tengah friksi-friksi dan dinamika yang luar biasa, perbedaan kepentingan yang luar biasa.
Berapa banyak pengaduan yang masuk ke Anda?Banyak. Saya membuka komunikasi interaktif kepada publik, meneruskan kebiasaan Pak Jokowi maupun Pak Ahok. Jam 07.30 WIB membuka Balaikota, untuk semua yang mengadu, tiap Selasa sampai Kamis. Nomor HP saya buka untuk siapapun juga, masuk tiap hari sampai
error kemasukan (pesan). Surat juga demikian, ada yang langsung berkirim surat, dialog. Hari Jumat saya selalu turun ke lapangan untuk menyapa masyarakat, dari tempat satu ke tempat lain, semua segmen, itu juga berbagai masukan dinamika. Media, juga menjadi teman saya, siapapun boleh bertanya.
Pengaduan di media sosial?Saya hanya punya
Facebook, tidak punya
Instagram,
Twitter sudah tidak aktif. Jadi kalau kemarin ada hoax ke saya, saya terima kasih kepada yang mengirim, mudah-mudahan disadarkan. Marilah kita bangun Jakarta dengan cara memberikan informasi yang benar, baik, dan edukatif kepada publik. Tidak menyebarluaskan informasi palsu. Luar biasa di media sosial ini, teknologi begitu cepat, tepat, dan akurat, tapi di sisi lain permasalahan yang dimunculkan dari media sosial juga luar biasa. Kasihan mereka yang baru mengenal media sosial. Informasinya meresahkan.
Apa langkah Anda merespons informasi palsu atau hoax?Saya sudah instruksikan kepada jajaran pemerintah provinsi, pertama mewujudkan gerakan nasional anti hoax, anti berita palsu. Kepada seluruh jajaran pemprov, apabila mengetahui informasi yang tidak benar dan meresahkan, termasuk isu ras, langsung disetop, dihapus, dan jangan di-
forward ke grup WA atau media sosial yang lain. Ini perintah. Mari manfaatkan media sosial untuk berita yang baik, untuk kontribusi terhadap pembangunan.
Jika bisa memutar perjalanan karier, Anda memilih menjadi pejabat pimpinan daerah atau tetap di dalam kementerian?Saya tidak terpikirkan sedikit pun untuk maju dalam pilkada atau menjadi kepala daerah. Terpikir pun enggak ada. Jadi sama sekali tidak ada minat untuk menjadi kepala daerah dengan maju pilkada, saya memilih tetap pada karier struktural di Kementerian Dalam Negeri.
Tugas bertambah, gaji juga bertambah?Saya terima gaji hanya dari Dirjen Otda, karena gaji tidak boleh
double. Saya di sini ataupun tidak, dari segi pendapatan kalau mau jujur, sama. Atau bahkan lebih banyak sebagai Dirjen Otda. Bedanya, kalau di sana masih berlaku sistem anggaran tidak tetap, sebagai Dirjen Otda banyak sekali mengisi seminar, narasumber
workshop, biayanya lebih besar daripada gaji.
Selama jadi gubernur itu semua nol, tidak ada yang saya lakukan karena kesibukan menjadi Plt gubernur Jakarta. Bahkan kalau di Jakarta ini ada beda anggaran. Jadi ngomong apapun panjang lebar di DKI, ada rapat, dia nonhonor, tidak boleh ada honor. Dari segi
income, kalau mau jujur lebih besar di posisi lama.
Di luar tugas, bagaimana Anda meluangkan waktu bersama keluarga?Inilah yang kurang. Dari awal sudah saya katakan kepada istri dan keluarga, sejak menjadi Dirjen Otda saya enggak mau terikat dengan aturan detail keluarga. Karena sumpah saya, kepentingan negara di atas kepentingan pribadi. Negara manifestasinya tugas, karena itulah istri saya sekarang sudah terbiasa, karena saya juga mantan aktivis GMNI, sudah terbiasa menjadi istri seorang aktivis, ya begini, enggak ada waktu yang diatur secara ketat.
Ke mana biasanya Anda meluangkan waktu bersama keluarga?Kebiasaannya ada tiga tempat: mal, tempat makan, dan pedesaan atau tempat yang alami. Yang penting kebersamaan dengan keluarga. Itu target batin saya. Kalau tidak sama sekali, saya takut ada jiwa yang kosong (dalam diri anak-anak), karena punya bapak seolah tidak pernah hadir dalam jiwanya. Itu yang saya enggak mau. Minimal sebulan sekali saya hadir bersama.