Jombang, CNN Indonesia -- Tokoh Nahdlatul Ulama (NU) KH Salahuddin Wahid memandang saat ini ada gejala yang mempertentangkan Islam dan keindonesiaan yang membuat persatuan bangsa menjadi memprihatinkan.
Dengan kondisi tersebut pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, itu menyampaikan rumusan "Pesan Kebangsaan Pesantren Tebuireng" agar damai serta tidak mempertentangkan Islam dan keindonesiaan.
Gus Sholah, sapaan akrab KH Salahudhin Wahid, mengakui salah satu hal yang mendasari lahirnya pesan kebangsaan ini adalah timbulnya masalah politik, terutama karena Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta. "Ada kesan, yang mendukung Ahok bukan Islam. Sedangkan yang tidak mendukung Ahok bukan Indonesia. Itu dua-duanya keliru," tegas Gus Sholah di Jombang, Minggu (5/2), seperti dikutip dari
Antara.
Bekas kandidat wakil presiden pada Pemilu Presiden 2004 itu mengatakan ke-Indonesiaan dan keislaman yang semula dipertentangan ketika awal-awal kemerdekaan Indonesia telah dipadukan melalui Kementerian Agama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Bahkan, selama hampir 40 tahun setelah kemerdekaan, pertentangan itu masih ada. Dan, proses perpaduan itu mencapai puncak kematangannya pada 1984, saat NU menerima Pancasila,” ujar Gus Sholah.
"Ironisnya, saat ini kita melihat ada gejala yang mempertentangkan lagi," lanjut adik kandung mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu.
Gus Sholah menilai konsep perpaduan Islam dan Indonesia saat ini sedang ada yang mencoba merenggangkannya. "Kalau sampai upaya untuk melonggarkan sendi-sendi itu terjadi, saya khawatir bangsa kita akan mengalami lagi turbulensi," kata putra dari pendiri Nahdlatul Ulama, KH Hasyim Asy'ari ini.
Selain merespons situasi politik terkini, Gus Sholah juga menyoroti gejala ketidakadilan sosial dan ekonomi yang ada di tengah masyarakat. Juga jaminan hak dasar yang harus terus dipenuhi oleh negara secara bertahap.
"Termasuk jaminan kebebasan beragama, perlu diterapkan secara utuh di dalam masyarakat," kata mantan wakil Ketua Komnas HAM ini.
(obs)