Jakarta, CNN Indonesia -- Ahli Bahasa Indonesia dari Universitas Mataram, Mahyuni, menyatakan, ucapan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok soal surat Al-Maidah ayat 51 di Kepulauan Seribu tak berkaitan dengan penistaan agama. Menurut Mahyuni, ucapan Ahok merupakan bentuk balasan pada lawan politiknya yang memanfaatkan surat Al-Maidah ayat 51 untuk memilih pemimpin yang seiman.
Hal ini diungkapkan Mahyuni usai ditunjukan buku 'Merubah Indonesia' oleh pihak kuasa hukum dalam sidang kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Senin (13/2).
"Pernyataan terdakwa tentang surat Al-Maidah ayat 51 serupa dengan apa yang pernah ditulis dalam buku 'Merubah Indonesia'," ujar Mahyuni saat memberikan keterangan.
Mahyuni awalnya enggan memberikan keterangan tentang buku tersebut. Sebab sejak awal pihak kepolisian tak memberikan bukti buku dan hanya menunjukkan bukti tayangan pidato Ahok selama 13 detik. Namun tim kuasa hukum berkukuh meminta Mahyuni memaknai pernyataan Ahok dalam buku tersebut hingga majelis hakim akhirnya mengizinkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mahyuni menilai, ucapan Ahok soal surat Al-Maidah di Kepulauan Seribu didasarkan pada pernyataan yang pernah dituliskan dalam buku tersebut. Tulisan dalam buku itu, menurutnya, merupakan materi kampanye yang ditujukan untuk pihak lain.
Salah satu kuasa hukum Ahok, Humphrey Djemat lantas memastikan pada Mahyuni apakah dalam buku tersebut terdapat kata-kata ulama.
"Ada enggak kata-kata ulama?" tanya Humphrey.
"Tidak ada," jawabnya.
"Adanya kata apa?" tanya Humphrey.
"Oknum elit," jawabnya.
"Ada enggak kata di situ Al-Maidah bohong?" tanya Humphrey.
"Tidak ada. Kalau dari buku itu bukan Al-Maidah yang membohongi, tapi oknum elitnya," jawab Mahyuni.
Dalam sidang kesepuluh, selain Mahyuni, saksi ahli dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhammad Amin Suma juga dimintai kesaksiannya terkait penetapan pendapat dan sikap keagamaan MUI yang mengklaim terdakwa Ahok telah melakukan penghinaan terhadap Al-Quran dan ulama.
Namun, secara mengejutkan, Amin sendiri, dalam BAP mengungkapkan bahwa dalam kehidupan bernegara, tidak ada yang melarang warga Indonesia untuk memilih pemimpin nonmuslim. Meski dari segi agama, ia meyakini, bahwa seorang muslim wajib memilih pemimpin yang seagama dengannya.
Sebelum mengakhiri sidang hari ini, majelis hakim sempat mengumumkan bahwa sidang akan dilanjutkan minggu depan, dan kembali ke jadwal tetap sidang sebelumnya, yaitu pada Selasa (21/2).