Jakarta, CNN Indonesia -- Hak angket menjadi perbincangan hangat di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dua pekan belakangan. Setelah hak angket penyadapan yang diusulkan Fraksi Partai Demokrat, kini empat fraksi resmi mengajukan hak angket penonaktifan Gubernur DKI Basuki Tjahja Purnama (Ahok).
Mereka adalah Demokrat, Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Amanat Nasional (PAN).
Penggunaan hak angket merupakan salah satu bentuk pengawasan DPR terhadap dalam pemerintah, diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPD (UU MD3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pasal 79 ayat 3 menyatakan, hak angket digunakan untuk melakukan penyelidikan terhadap tindakan atau kebijakan pemerintah yang diduga melanggar UU. Pasal 199 ayat 1 menjelaskan, paling sedikit hak angket diajukan oleh 25 orang anggota DPR dan lebih dari satu fraksi.
Peneliti Froum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia Lucius Karus menilai, hak angket yang digunakan untuk menyelidiki tindakan pemerintah tidak cukup untuk meyakinkan publik bahwa hak angket benar-benar penting.
Hak angket “Ahok Gate” yang baru diusulkan itu dengan cepat mendapat dukungan. Jauh dari angka minimal, dalam waktu kurang dari satu hari sudah ada 90 anggota DPR yang menandatangani angket itu.
"Fungsi pengawasan selama ini tak pernah cukup menggigit karena DPR cenderung mudah berkompromi. Kegarangan DPR hanya muncul asal-asalan, selanjutnya hampir pasti dengan mudah mereka menyerah pada kompromi di antara mereka," kata Lucius kepada CNNIndonesia.com, Senin malam (13/2).
Berbagai kepentingan politik mewarnai penandatanganan angket “Ahok Gate”. Apalagi waktunya berdekatan dengan pencoblosan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2017 yang jatuh pada 15 Februari esok.
Apalagi empat fraksi yang sudah mengajukan hak angket merupakan partai yang tidak megusung Ahok di Pilkada DKI Jakarta. Lucius menilai, angket merupakan salah satu upaya menjegal Ahok yang diusung partai pendukung pemerintah: PDIP, Golkar, Hanura, dan NasDem.
Namun pengajuan angket tak selesai ketika sudah diajukan ke pimpinan. Hak angket harus melewati persetujuan anggota DPR dalam rapat paripurna yang dihadiri setengah dari anggota DPR atau 280 orang. Partai pengusung Ahok dipastikan menggagalkan angket itu di rapat paripurna.
"Kami akan melakukan lobi-lobi bersama partai pendukung pemerintah untuk memastikan jangan menggunakan hak yang tidak tepat," kata Wakil Ketua Fraksi Partai Nasdem Jhonny G Plate di Gedung DPR, Jakarta, Senin (13/2).
Sangat mungkin hak angket penonaktifan Ahok terhenti di paripurna.
Dari segi jumlah, partai pendukung pemerintah lebih banyak dari partai oposisi. Jika tidak bisa digagalkan, kata Lucius, akan ada kompromi dari partai pendukung pemerintah.
"Saya melihat hak angket hanya semacam gertakan. Di tengah jalan semua bisa berubah jika tawaran kompromi menguntungkan masing-masing fraksi di DPR dari partai pendukung pemerintah," kata Lucius.
Dari situ terlihat jelas, penggunaan hak angket berlandaskan kepentingan partai. Berbagai upaya dilakukan untuk mendapatkan keuntungan bagi partai oposisi pemerintah. Dalam hal ini keuntungan agar Ahok tidak terpilih dalam Pilkada 2017.
Lucius menilai, penggunaan angket sama artinya dengan mengobral murah kehormatan hak tersebut.
"Sayangnya semangat serupa tak dilakukan DPR untuk banyak kasus lain yang terkait langsung dengan kepentingan publik. DPR misalnya tak terganggu dengan korupsi yang nyaris berjamaah melibatkan sejumlah anggota Komisi V," kata Lucius.
Lucius melanjutkan, "Jadi tebang pilih berdasarkan kepentingan DPR jelas kelihatan dalam menggunakan hak mereka dan jika seperti itu artinya hak istimewa DPR dibajak untuk kepentingan kelompok."