Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menyatakan tingginya tindak pidana korupsi di sektor kehutanan tidak hanya berimbas pada kerugian keuangan negara, tapi juga merugikan hak asasi setiap orang yang hidup dari sumber daya kehutanan.
Bahkan, kerugian yang dialami sebagian besar masyarakat adat tersebut selama ini tidak dihitung oleh lembaga-lembaga peradilan terkait, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Staf Bagian Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM yang juga melakukan penelitian di kawasan alih fungsi lahan hutan di Indonesia, Fauziah Rasad menyatakan, lembaga hukum yang fokus mengurus tindak pidana korupsi saat ini hanya pada titik kerugian negara, belum menyentuh kerugian HAM masyarakat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini, menurutnya telah mengesampingkan kerugian terbesar yang dialami masyarakat adat setempat akibat dari alih fungsi dan kerusakan hutan yang disebabkan adanya pemanfaatan sektor kehutanan yang tidak sesuai dengan aturan.
"Dampak riilnya yang dialami masyarakat memang tidak diperhatikan oleh lembaga-lembaga itu, pidana hukum terhadap pelaku korupsi di sektor ini pun belum sepenuhnya mampu memulihkan hak-hak asasi masyarakat yang sudah dilanggar," kata Fauziah di Kantor Komnas Ham, Jakarta, Senin (20/2).
Pelanggaran hak asasi itu, kata Fauziah, mengacu pada kerugian hak-hak mendasar korban akibat tindak pidana korupsi di sektor kehutanan. Misalnya kata dia, hilangnya hak atas tanah sebagai tempat tinggal dan sumber mencari pendapatan, hak atas tempat tinggal, hak atas pekerjaan, bahkan hak atas air bersih dan hak atas pangan.
"Kebanyakan warga masyarakat adat menggantungkan hidup pada tanah yang mereka miliki, bukan hanya untuk tempat tinggal, mereka menggunakan tanah mereka sebagai ladang hingga membuat sumber air bersih," kata dia.
Lebih lanjut, Fauziah mengatakan, saat dirinya menyambangi tiga tempat yakni Riau, Nunukan, dan Buol di Sulawesi Tengah, yang dijadikan penelitian terkait korupsi di sektor kehutanan, dia menemukan ketidakpuasan masyarakat atas kinerja penegak hukum dan pemerintah.
Warga setempat kata Fauziah, telah kehilangan hampir seluruh mata pencaharian kehidupannya akibat pengrusakan hutan dan tempat tinggal mereka yang dialih fungsi oleh beberapa perusahan.
"Kompensasi yang mereka (warga setempat) terima kalaupun sampai ke tangan mereka tidak menjamin mengembalikan kehidupan mereka seperti semula, yang mereka butuhkan itu restitusi yang sesuai," kata Fauziah.
Penegakan hukum atas tindak pidana korupsi di sektor kehutanan dengan modus suap yang dilaksanakan oleh lembaga penegak hukum selama ini menurut dia belum mampu memulihkan hak-hak asasi masyarakat yang terlanggar akibat tindak pidana korupsi. Putusan hukum yang diterima oleh terpidana pun tidak lantas menenangkan korban korupsi di sektor kehutanan itu.
"Yang mereka sampaikan ke saya, warga setempat hanya ingin perbaikan dari pemerintah, dikembalikan hak-haknya sebagai warga yang telah dicederai hak asasinya, itu saja," kata dia.
(pmg/pmg)