Jakarta, CNN Indonesia -- Teriakan seorang perempuan minta tolong, sontak menghapuskan rasa kantuk Ade Hilman, 27 tahun pada Senin (20/2) subuh. Ade yang semalaman begadang karena bertugas jaga di posko banjir Universitas Borobudur di Cipinang Melayu, Jakarta Timur, segera bangkit menjemput sumber suara.
Perempuan setengah baya ditemui Ade. Sembari menangis perempuan itu menceritakan air yang datang tiba-tiba dan membanjiri rumahnya.
“Saya pantau ke rumahnya, air sudah tinggi. Kemudian saya panggil tim yang lain," kata Ade kepada CNNIndonesia.com.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ade dan sebelas rekannya dari Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) menjadi bagian tim posko banjir di Universitas Borobudur. Jarak kampus dengan lokasi bencana sekitar 200 meter.
Banjir menggenangi kawasan Kampung Cipinang Melayu sejak pertengahan Februari lalu. Setelah surut, banjir kembali mendatangi warga pada Senin (20/2).
Berbeda dengan banjir akhir pekan sebelumnya, pada Senin kemarin, air bergerak cepat dengan jumlah yang besar mencapai 2,5 meter. Banyak warga Cipinang Melayu yang tak sempat menyelamatkan harta benda.
"Mereka panik karena tidak menduga air naik begitu cepat. Padahal mereka baru membersihkan rumah dari sisa banjir Kamis pekan lalu," tutur Ade.
Bagi Ade, menjadi relawan korban banjir memberikan pengalaman berharga, meskipun melelahkan. "Ini tugas saya. Saya senang melakukannya," kata Ade.
Seperti halnya Ade, Memo, 21, merasa terpanggil bergabung sebagai relawan bencana banjir. Mahasiwa Sekolah Tinggi Akuntansi Negara itu bergabung dengan alasan kemanusiaan.
"Saya ingin berguna bagi orang lain, apalagi saya masih muda," kata Memo.
 Selain relawan, para petugas Pemprov DKI Jakarta juga membantu evakuasi korban banjir. (CNN Indonesia/Safir Makki) |
Memo memilih bergabung dengan relawan Aksi Cepat Tanggap (ACT). Pengalaman terjun membantu korban banjir merupakan yang pertama kalinya.
“Saya sempat kaget karena ternyata arus banjir sangat deras," kata Memo yang kuliah di semester enam.
Memo mengatakan, dia tak bermodal nol saat bergabung dengan tim relawan. Memo yang bergabung dengan kelompok pecinta alam di kampusnya memiliki kemampuan mendayung.
“Kemampuan saya berguna untuk mengevakuasi korban dengan menggunakan perahu karet,” kata dia.
Koordinator ACT Satari mengatakan sebagai kelompok cepat tanggap darurat bencana, mereka membekali anggotanya dengan kemampuan dasar. Berbagai kemampuan yang dibekali di antaranya aksi menghadapi situasi darurat, kemampuan menguasai alat bantu, kemampuan menyelam, dan dayung.
Sementara itu, dalam program tanggap bencana banjir, tim menyediakan fasilitas seperti perahu karet dan pelampung. "Relawan menguasai teknik dasar baik untuk membantu korban yang naik gunung ataupun korban banjir," kata Satari.
Meski saat ini di beberapa titik air mulai surut, para relawan tetap berjaga mengantisipasi banjir susulan. Mereka berjaga 24 jam saling bergantian demi menghindari jatuhnya korban jiwa akibat banjir. Salut buat mereka.