Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana menemukan fakta bahwa penggunaan lahan secara berlebihan di DKI Jakarta membuat ibu kota menjadi salah satu wilayah yang rawan terkena banjir.
Kepala BNPB Willem Rampangilei mengungkapkan sejak 1972 hingga 2014 angka penggunaan lahan di DKI Jakarta semakin menggerus lahan-lahan lainnya.
"Jika dilihat, perubahan penggunaan lahan di Jabodetabek dari 1972 hingga 2014 menunjukkan peningkatan yang sangat cepat," kata Willem saat ditemui di Gedung BNPB, Jakarta, Rabu (22/2).
Berdasarkan data satelit yang dimiliki BNPB, perkotaan dan pemukiman di DKI Jakarta dan sekitarnya mengalami peningkatan paling signifikan pada rentang 1982 hingga 1997. Itu artinya, dalam kurun 15 tahun peningkatan pemukiman warga sangat tidak terkontrol.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya itu, Willem mengatakan okupansi lahan di bantaran sungai pun menjadi salah satu penyebab dari bencana banjir yang melanda DKI Jakarta.
Dan faktor antropogenik (perusakan alam akibat ulah manusia) seperti itulah yang dianggap Willem lebih dominan menyebabkan banjir di DKI Jakarta dan sekitarnya.
"Kejadian curah hujan ekstrem di wilayah DKI Jakarta makin meningkat frekuensinya, tapi faktor antropogenik lebih dominan sebagai penyebab banjir," ujar dia.
Untuk cuaca ekstrem, Willem mengatakan perubahan rentang waktu musim hujan dan musim kemarau di Indonesia menjadikan curah hujan sulit diprediksi.
Dulu, lanjut Willem, pola curah hujan di Indonesia dimulai pada Oktober dan berakhir pada Maret. Sedangkan musim kemarau muncul mulai April hingga September.
Fenomena itu lantas berubah akhir-akhir ini, perubahan iklim secara global membuat pola musim hujan di Indonesia berubah menjadi hanya empat bulan. Hal itu juga berimbas pada kemarau yang lebih panjang yaitu delapan bulan.
Dengan volume hujan yang tetap sama tapi pola hujannya menjadi lebih sempit, Willem mengatakan bahwa jumlah air yang turun menjadi lebih banyak dan menyebabkan banjir terjadi di mana-mana. Banjir pun tak hanya melanda DKI, tapi juga wilayah-wilayah lain di sekitar ibu kota.
"Jadi polanya berubah dari yang tadinya enam bulan menjadi empat bulan, ditambah lagi ada cuaca ekstrem," katanya.
"Perubahan iklim global menyebabkan curah hujan berubah baik intensitas, sebaran, dan besaran hujannya."
(wis/obs)