Jakarta, CNN Indonesia -- KPK harus mengikuti mekanisme hukum internasional pada pengusutan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) di PT Pelindo II (Persero). Perihal itu membuat pengusutan kasus yang menjerat Richard Joost Lino itu memakan waktu lama.
Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah menuturkan, lembaganya harus berkoordinasi dengan aparat penegak hukum di China. Pasalnya, Lino diduga menunjuk langsung perusahaan asal China, PT Wuxi Huadong Heavy Machinery, sebagai pemenang lelang QCC.
"Ada karakter yang berbeda antara penyidikan di Indonesia dan penyidikan yang ruang lingkup perkaranya lintas negara," ujar Febri di Jakarta, Rabu (22/2).
Febri mengatakan, pengusutan kasus Pelindo II juga harus menunggu penghitungan kerugian negara. KPK perlu memastikan nominal kerugian untuk membuktikan pelanggaran pasal 2 dan 3 UU Tipikor yang mereka tuduhkan kepada Lino, eks direktur utama perusahaan pelat merah itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hingga pekan terakhir Februari ini, Febri menyebut KPK telah memeriksa 53 saksi. Rabu ini, KPK memeriksa Deputi Akuntan Negara Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Gatot Darmasto serta Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi Tahun 2011, Suradji.
Keterangan Gatot dan Suradji diperlukan untuk melengkapi berkas penyidikan Lino.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang berkata, KPK memiliki beban berat untuk mengusut kasus Pelindo II. “Kami memang sedang hitung bukti-buktinya. Kami juga minta bantuan dari luar,” ucap Saut.
Pada perkara ini, KPK menduga Lino melakukan kejahatan karena menunjuk langsung lelang pengadaan tiga QCC di PT Pelindo II. KPK menyebut crane yang didatangkan Lino tak sesuai spesifikasi.
Atas perbuatannya, Lino disangka melanggar pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 Undang-undang 31/1999 yang telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(abm/rdk)