Jakarta, CNN Indonesia -- Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan pimpinan Front Pembela Islam Rizieq Shihab tercatat sebagai individu yang paling sering menjadi korban kekerasan berlatar belakang agama.
Fakta itu muncul pada laporan pelanggaran kemerdekaan beragama dan berkeyakinan (KBB) tahun 2016 yang dirilis Wahid Foundation.
Peneliti Wahid Foundation Alamsyah Dja'far mengatakan, Ahok 14 kali menjadi korban pelanggaran KBB. Sebanyak empat kasus yang menimpa Ahok dilakukan oleh aktor negara dan 10 kasus dilakukan oleh aktor non-negara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ahok menjadi yang paling banyak dilaporkan menjadi korban, terkait penodaan agama pasal 156a KUHP dan pidatonya di Kepulauan Seribu," kata Alamsyah di Jakarta, Selasa (28/2).
Selain Ahok, Alamsyah menuturkan Rizieq Shihab juga cukup sering menjadi korban KBB. Rizieq tercatat tiga kali menjadi korban KBB. Ia diduga menerima kekerasan itu dari aktor non-negara.
Ada kesamaan dari kasus Ahok dan Rizieq. Keduanya, menurut Alamsyah, menjadi korban KBB terkait pasal penodaan agama. Pasal itu cenderung digunakan untuk menghakimi keyakinan atau tafsir seseorang.
"Pasal penodaan ini tidak perlu lagi dipakai karena justru menjadi alat kriminalisasi keyakinan. Kalau kepolisian mau menggunakan, pakailah pasal ujaran kebencian," ucapnya.
Wahid Foundation mencatat jumlah pelanggaran KBB pada 2016 di 30 privinsi di Indonesia meningkat tujuh persen dibandingkan tahun lalu. Setidaknya terdapat 204 peristiwa pelanggaran KBB dengan 313 tindakan. Jumlah ini naik tujuh persen dari tahun 2015 sebanyak 190 peristiwa dengan 249 tindakan.
Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah pelanggaran KBB tertinggi. Tercatat ada 28 peristiwa di daerah itu, diikuti oleh DKI Jakarta dengan 25 peristiwa. Untuk Jakarta, Alamsyah berkata, 11 dari 25 pelanggaran KBB berhubungan dengan Ahok dan pilkada.
Direktur Wahid Foundation Yenny Wahid menilai penerapan pasal penodaan agama membuat negara dan massa cenderung reaktif untuk menindak masyarakat. Padahal, kata Yenny, UUD 1945 mengatur hak warga untuk memilih, memeluk dan menjajakan agamanya.
"Negara itu dilema, seolah jika ada yang tidak sesuai, mereka memaksa warga untuk memilih salah satu. Padahal mencintai negara adalah bagian dari keimanan sesorang," kata Yenny.
(abm/wis)