Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat Rieke Diah Pitaloka meminta Presiden Joko Widodo segera mengeluarkan surat perintah presiden terkait revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Permintaan itu terkait pengesahan revisi UU ASN menjadi inisiatif DPR dalam rapat paripurna pada akhir Januari lalu. "Pemerintah harus segera menyerahkan surat presiden (surpres)," kata Rieke saat dihubungi, Jumat (3/3).
Rieke menuturkan, surat perintah presiden atas RUU ASN amat diperlukan di tengah posisi RUU tersebut yang sudah menjadi Program Legislasi Nasional 2017. Pasalnya, surat itu akan menunjukkan poin rekomendasi di dalam draf DPR mana saja yang ditolak oleh pemerintah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau ada hal-hal yang tidak disetujui (dari draft DPR) itu harusnya masuk daftar inventaris masalah (DIM) pemerintah. Ini adalah sebuah mekanisme, tata cara yang diamanatkan UUD dan turunannya. Revisi itu tidak DPR sendiri, tapi dengan pemerintah," ujarnya.
Lebih lanjut, Rieke menyebut, salah satu poin revisi terpenting dalam RUU itu menyangkut tuntutan sekitar 439 ribu honorer yang meminta diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Menurutnya, rencana itu akan melalui mekanisme panjang, seperti verifikasi dan validasi.
Oleh karena itu, jika pemerintah merasa keberatan dengan tuntutan honorer tersebut, Rieke menyarankan, sebaiknya hal tersebut masuk ke dalam DIM agar dapat dibahas oleh Panitia Khusus (Pansus) atau komisi II.
"Jadi pihak-pihak yang merasa keberatan, itu masukkan ke dalam DIM. Jangan diabaikan hanya karena itu draf DPR. Kalau seperti itu, ini juga bisa terjadi di draf revisi usulan pemerintah. Ini akan menjadi tidak sehat terhadap iklim legislasi," ujarnya.
Sebelumnya, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) mendesak pemerintah untuk menolak revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN. Revisi UU tersebut nantinya akan menghapus keberadaaan KASN dan berpotensi merugikan negara sekitar Rp140 triliun per tahun.
Ketua KASN Sofian Effendi mengatakan, penghapusan lembaganya berpotensi meningkatkan praktik jual beli jabatan di tingkat Eselon, Pimpinan Tinggi Madya, dan Pimpinan Tinggi Pratama. Alasannya, peran KASN selaku pengawas seleksi jabatan akan diserahkan ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara yang notabene merupakan regulator.
"Salah satu tujuan revisi UU ASN adalah membubarkan KASN. Membubarkan KASN berpotensi menimbulkan kerugian negara Rp140 sampai Rp160 triliun," ujar Sofian di Kantor Staf Presiden, Gedung Bina Graha, Jakarta, Selasa (24/1).
Tak hanya itu, KPK juga bakal terancam kehilangan jaksa penuntut umum atas penerapan RUU tersebut. UU tersebut tidak mengatur mekanisme penempatan jaksa di lembaga lain, yang ada hanya pengaturan untuk TNI dan Polri.
UU ASN menyebutkan, ASN adalah pegawai negeri sipil, sementara berdasarkan UU Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan, jaksa adalah PNS. Hal ini berarti jaksa masuk dalam ASN.