Jakarta, CNN Indonesia -- Bekas Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi disebut menetapkan konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) sebagai pemenang lelang dalam proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) dengan harga penawaran sebesar Rp5,8 triliun pada 21 Juni 2011.
Dugaan itu diutarakan jaksa penutut umum Irene Putri pada sidang perdana kasus dugaan korupsi e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (8/3).
Jaksa Irene mengatakan, Gamawan mengambil keputusan itu setelah mendengar usulan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Sugiharto, yang kini menjadi salah satu terdakwa dalam kasus korupsi e-KTP
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penetapan itu kemudian ditindaklanjuti oleh Sugiharto dengan menandatangani kontrak bernomor 027/886/IK tanggal 1 Juli 2011 dengan jangka waktu pekerjaan sampai dengan 31 Oktober 2012," kata Jaksa Irene.
Setelah penetapan itu, konsorsium PNRI tak kunjung menyelesaikan target pekerjaan untuk merealisasikan pengadaan blangko e-KTP sebanyak 65.340.367 keping dengan nilai Rp1,4 triliun hingga Maret 2012. Gamawan, kata Irene, kembali mengajukan usulan penambahan anggaran dalam APBN Perubahan 2012 kepada Menteri Keuangan saat itu, Agus Martowardojo.
Usulan itu kemudian ditindaklanjuti dengan rapat pembahasan antara Kementerian Dalam Negeri dengan Komisi II DPR.
Untuk memperlancar pembahasan tersebut, anggota Komisi II DPR Markus Nari meminta uang kepada Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman, sebesar Rp5 miliar.
Irman pun memerintahkan Sugiharto meminta uang kepada Direktur Utama PT Quadra Solution-anggota konsorsium PNRI-Anang S Sudiharjo untuk memenuhi permintaan tersebut. Namun, Anang hanya menyanggupi memberikan uang sebesar Rp4 miliar. Uang tersebut akhirnya diberikan kepada Markus Nari.
Meskipun Markus Nari telah menerima uang, Komisi II DPR tidak menambahkan anggaran yang diminta Gamawan dalam APBN Perubahan 2012. Hingga akhirnya Gamawan, Irman, dan Sugiharto menghadiri Rapat Kerja dengan Komisi II DPR yang melahirkan kesepakatan anggaran proyek pengadaan e-KTP ditambahkan sebesar Rp1,045 triliun.
Dalam dakwaan, jaksa menyebut Gamawan mendapatkan keuntungan sebesar US$4,5 juta dan Rp50 juta dari proyek e-KTP. Angka yang diterima Gamawan itu merupakan kedua terbesar dari puluhan pejabat dan anggota DPR yang disebut jaksa.
Uang yang diterima Gamawan berada di bawah nominal yang diterima mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, yaitu US$5,5 juta.
(abm/rdk)