Jakarta, CNN Indonesia -- Country Director PT EK Prima Ekspor Indonesia, Ramapanicker Rajamohanan mengaku memberikan uang Rp1,5 miliar kepada adik ipar Presiden Jokowi, Arif Budi Sulistyo. Dia menyangkal uang itu digunakan sebagai suap untuk memuluskan proses Pencabutan Pengukuhan Kena Pajak (PKP) perusahan.
Rajamohanan mengatakan uang Rp1,5 miliar yang dibawanya ke Solo, Jawa Tengah akan digunakan untuk membeli lahan pembuatan pabrik mete di Wonogiri.
"Itu untuk beli tanah, bangun pabrik pengupas mete di Wonogiri. Kami sudah punya teknologinya," kata Rajamohanan usai menghadiri sidang di Pengadilan Tindak Pidana Koruspi, Jakarta, Senin (13/3).
Dalam dakwan jaksa KPK, Rajamohan menemui Arif di Solo pada September 2016. Kala itu Rajamohanan ditemani oleh asisten pribadinya, Mustika Herani. Rajamohanan membawa uang tunai itu dalam dua buah koper.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dikonfirmasi usai persidangan, lelaki kelahiran India itu mengatakan uang tersebut akan langsung diberikan kepada pemilik lahan.
"Kami harus bawa
cash karena orang kampung di sana maunya kita langsung kasih unjuk duit," katanya.
Sementara itu Mustika Herani yang disapa dengan Tika, dalam kesaksiannya di depan majelis hakim Tipikor menjelaskan, ketika tiba di bandara internasional Adi Soemarno di Solo, dia dan Rajamohan dijemput dengan mobil pribadi.
Tika mengatakan, dari bandara mereka menuju ke sebuah tempat makan. Dalam acara itu, rekan Rajamohan, bos PT Bangun Bejana Baja, Rudi P. Musdiono juga ikut serta.
"Kami berempat. Saya, Pak Mohan, Pak Arif dan Pak Budi," kata Tika yang mengaku baru kenal Arif dan Budi setelah bosnya kena OTT.
Tika menyatakan tak mengikuti percakapan antara Rajamohan, Arif dan Budi. Perempuan ini mengaku sibuk menerima panggilan ketika percakapan bosnya dengan Arif dan Budi berlangsung.
"HP saya ada dua Pak. Satu saya terima panggilan dan satunya lagi ketik SMS," ucap Tika di depan majelis hakim.
Keterangan Tika yang berbelit-belit ini membuat jengkel Ketua Majelis Hakim Tipikor, Jhon Halasan Butarbutar. Jhon merasa aneh karena Tika sebagai sekretaris pribadi sama sekali tidak mengetahui isi percakapan Rajamohanan, Arif dan Budi.
"Kamu tidak catat? Kamu kan sekretaris pribadinya. Apa tugasmu sebagai sekretaris," kata Jhon.
"Saya hanya ditunjuk malamnya ikut Pak Mohan yang mulia. Kebetulan saya baru enam-tujuh bulan sebagai sekretarisnya," kata Tika yang mengaku sungkan menanyakan banyak hal kepada Rajamohanan.
Menurut Tika, usai makan malam dengan Rajamohan, Arif, dan Budi, ia pulang menuju hotel sendiri. Dia mengatakan tidak melihat lagi koper uang itu setelahnya.
KPK sebelumnya menangkap Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak Handang Soekarno dan Rajamohanan dalam operasi tangkap tangan di Jakarta, November 2016. Dalam penindakan itu, KPK menyita uang suap untuk Handang sebesar Rp1,9 miliar. Jumlah itu baru sebagian dari total Rp6 miliar yang dijanjikan oleh Rajamohanan. Berdasarkan hasil penyelidikan, suap ditujukan agar Handang menghapus kewajiban pajak PT EKP sebesar Rp78 miliar.
Kasus bermula ketika PT EKP mengajukan permohonan restitusi sepanjang Januari 2012-Desember 2014 yang mencapai Rp3,53 miliar. Permohonan restitusi diajukan pada 26 Agustus 2015 ke KPP PMA Enam.
Namun, Kepala KPP PMA Enam tak menyetujui permohonan restitusi karena transaksi PT EKP tak dapat diyakini kebenarannya. Salah satu hal yang diduga tak beres adalah PT EKP membeli barang kena pajak dari pedagang lain tanpa dikenakan PPN.
Kepala Kantor KPP PMA Enam akhirnya mengeluarkan Surat Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) kepada PT EKP pada September 2016. Kantor KPP PMA Enam menyatakan, ada dugaan PT EKP tak menggunakan status PKP secara benar sehingga ada indikasi yang tak benar pula dalam pengajuan restitusi.
Atas saran Haniv, Rajamohanan akhirnya mengajukan permohonan pembatalan Surat Tagihan Pajak PPN kepada Dirjen Pajak melalui Kepala KPP PMA Enam, karena tak setuju status pedagang pengumpul adalah Pengusaha Kena Pajak agar tak ada PPN terutang oleh PT EKP.
Pada Oktober 2016, Haniv mendapat arahan dari Ken Dwijugiasteadi untuk membatalkan Surat Pencabutan Pengukuhan PKP yang dikeluarkan KPP PMA Enam sebelumnya. Ini artinya, status Pengukuhan PKP terhadap PT EKP aktif kembali.