Hakim Tolak Ahli Pidana yang Diajukan Kuasa Hukum Ahok

CNN Indonesia
Selasa, 14 Mar 2017 11:16 WIB
Tim penasihat hukum Ahok diminta mengajukan saksi secara sistematis. Jika memaksa mengajukan saksi ahli, mereka tak lagi berhak ajukan saksi fakta.
Tim penasihat hukum Ahok diminta mengajukan saksi secara sistematis. Jika memaksa mengajukan saksi ahli, mereka tak lagi berhak ajukan saksi fakta. (ANTARA FOTO/Reno Esnir)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto menolak saksi ahli hukum pidana Edward Omar Sharif Hiariej yang dihadirkan tim penasihat hukum Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam sidang kasus dugaan penodaan agama, Selasa (14/3). Ia meminta pihak Ahok menyelesaikan pemeriksaan saksi fakta terlebih dulu.

Dwiarso mengatakan, jika tim penasihat hukum Ahok berkeras mengajukan Edward pada sidang ke-14 ini, maka mereka tidak lagi berhak mengajukan saksi fakta ke persidangan. Alasannya, Dwiarso ingin agenda pemeriksaan saksi berjalan sistematis.

"Kalau saudara ingin memeriksa saksi ahli, boleh. Asalkan, setelah itu tidak ada saksi fakta. Kalau masih ada saksi fakta tambahan, saksi ahli tidak diperiksa hari ini agar berita acara pemeriksaan bisa sistematis," kata Dwiarso.
Setelah berkompromi, Dwiarso lantas meminta Edward yang merupakan guru besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada keluar dari ruang sidang. Keterangan Edward baru akan didengarkan usai pemeriksaan seluruh saksi fakta.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, pegawai negeri sipil Kabupaten Belitung bernama Ferry Lukmantara yang juga dijadwalkan bersaksi pada sidang ini belum hadir. Artinya, hanya terdapat tiga saksi yang akan bersaksi untuk membantah dakwaan jaksa penutut umum.

Tiga saksi itu adalah mantan ketua Panwaslu Kabupaten Belitung bernama Juhri, sopir keluarga Ahok dari Dusun Ganse, Gantong, Belitung Timur, bernama Suyanto, dan seorang teman masa sekolah dasar Ahok bernama Fajrun.

Ahok didakwa melakukan penodaan agama terkait pernyataannya tentang surat Al-Maidah ayat 51 di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, akhir September 2016. Jaksa menjeratnya dengan dakwaan alternatif pasal 156a dan/atau pasal 156 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER