Jakarta, CNN Indonesia -- Pakar linguistik Rahayu Surtiati Hidayat yang menjadi saksi ahli dalam lanjutan sidang kasus penodaan agama berpendapat bahwa pernyataan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok soal surat Al Maidah ayat 51 tidak termasuk kategori penistaan terhadap agama.
Rahayu mengutarakan hal itu menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto soal arti kata 'pakai' dan 'menggunakan',
Pernyataan Ahok, kata Rahayu, bukan bentuk penistaan karena terdapat kata 'pakai' yang artinya sama dengan 'menggunakan'.
"Sama saja (kata 'pakai' dan kata 'menggunakan'), jadi 'dibohongi menggunakan Surat Al Maidah' sama dengan 'dibohongi pakai Surat Al Maidah'," kata Rahayu di ruang sidang Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (21/3), seperti dilansir
Antara.
Rahayu kembali ditanya oleh Hakim Budiarso mengenai arti dari jawabannya tersebut. "Al Maidah itu tidak berbohong hanya dijadikan alat untuk membohongi. Jadi, ada orang yang menggunakan Al Maidah 51 untuk membohongi orang lain," Guru Besar Linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia itu menjawab pertanyaan hakim.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rahayu merupakan saksi ahli yang didatangkan oleh pihak terdakwa Ahok. Lanjutan sidang hari ini rencananya menghadirkan tiga saksi ahli.
Selain Rahayu, kubu Ahok juga berencana menghadirkan ahli agama Islam yang merupakan Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Jakarta sekaligus dosen Fakultas Syariah IAIN Raden Intan, Lampung Ahmad Ishomuddin.
Selanjutnya, ahli hukum pidana yang merupakan dosen Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, C. Djisman Samosir.
Ahok dikenakan dakwaan alternatif, yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman paling lama 4 tahun penjara.
Berdasarkan Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Sementara Pasal 156a KUHP mengancam pidana penjara selama-lamanya lima tahun kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.