Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua DPD periode 2014-2019 GKR Hemas mendesak Mahkamah Agung untuk segera membatalkan pengambilan sumpah jabatan kepada pimpinan DPD periode 2017-2019 hasil paripurna ke-9 pada Senin (3/4).
Hemas menyatakan, pengambilan sumpah yang dipimpin oleh Wakil Ketua MA Bidang Non Yudisial, Suwardi, di ruang Rapat Paripurna DPD, kemarin, bertentangan dengan putusan MA.
"Kami minta dengan segera MA membatalkan tindakan sumpah tersebut," ujar Hemas di rumah dinas pimpinan DPD, Jakarta, Rabu (5/4).
Selain desakan mencabut sumpah jabatan, Hemas juga meminta Suwardi menjelaskan ke publik ihwal langkahnya memimpin pengambilan sumpah jabatan kepada para pihak yang terpilih dalam paripurna tersebut, yakni kepada Oesman Sapta Odang selaku Ketua DPD, serta dua Wakil Ketua DPD baru Nono Sampono dan Darmayanti Lubis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hemas menuturkan, sikapnya mendesak Suwardi dan MA membatalkan sumpah jabatan bukan untuk mempertahankan kekuasaan, melainkan untuk mematuhi aturan hukum yang berlaku. Ia meminta, MA segera memenuhi permintaannya dalam waktu 1 x 24 jam sejak keterangan pers ini disampaikan.
"Ini bukan soal kekuasaan, tapi politik harus tunduk pada hukum. Jika tidak bisa menjelaskan dalam waktu 1 x 24 jam, kami minta MA segera membatalkan," ujarnya.
Meski memberi batas waktu, Hemas mengaku belum berniat mangambil langkah hukum atas tindakan MA. Ia mengklaim masih menunggu sikap yang akan diambil oleh MA atas desakan tersebut.
Lebih lanjut, Hemas menyampaikan, masa jabatan dirinya belum habis dan sama sekali tidak pernah menyatakan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Wakil Ketua DPD. Oleh karena itu, ia menilai, tidak pernah ada kekosongan posisi pimpinan DPD yang akhirnya dijadikan dasar dilaksanakannya pemilihan pimpinan DPD baru.
"Saya selaku pimpinan DPD yang sah periode 2014-2019 tidak pernah menyatakan mengundurkan diri apalagi dinyatakan berakhir," ujar Hemas.
"Direbutnya pimpinan sah DPD adalah di luar batas rasionalitas nalar politik dan hukum. Puncak drama ini seolah Dewi Keadilan sedang menghujam pedang keadilan ke jantungnya sendiri," imbuhnya.
Apa yang terjadi di DPD saat ini, menurut Hemas juga mencerminkan situasi politik dan hukum di Indonesia. "Situasi ini bukan potret DPD semata, namun potret besar negara dan bangsa ini dalam hal penegakan hukum," ujarnya.
Jalankan Undang Undang
Sementara itu, Hakim Yustisial pada Biro Hukum dan Humas MA, Witanto menolak jika pengambilan sumpah dianggap bertentangan dengan putusan MA sebelumnya.
Tugas MA memimpin pengambilan sumpah itu, kata Witanto, sebatas menjalankan Undang Undang No 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD, yang menyebutkan bahwa pimpinan DPD mengucapkan sumpah dipandu oleh MA.
"Untuk apa pembatalan sumpah? Kan legitimasinya pimpinan itu karena dipilih oleh anggota jadi yang menentukan semua itu kesepakatan anggota. MA hanya memandu sumpah saja, tidak menentukan siapa yang berhak jadi pimpinan DPD," kata Witanto.