LAPORAN KHUSUS

Perlawanan Orang-orang Tegaldowo

CNN Indonesia
Rabu, 12 Apr 2017 07:42 WIB
Merujuk survei terakhir BPS Rembang, kegiatan penambangan yang masif di Rembang tidak linier dengan ketersediaan lapangan pekerjaan bagi warga lokal.
Suasana di area penambangan batugamping dan tanah liat di Desa Tegaldowo, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Rembang, CNN Indonesia -- "Ketika mengecor kaki di depan Istana, kami bawa bekal dari rumah. Kami bawa beras. Kami dapat bayaran dari mana? Hanya dari Allah."

Pernyataan itu dituturkan Sukinah, perempuan yang lahir di Desa Tegaldowo, Kecamatan Gunem, Rembang, Jawa Tengah, 41 tahun lalu. Ayah dan ibunya petani, begitu juga dengan kebanyakan sanak saudara dan tetangga.

Seperti mayoritas penduduk Tegaldowo, pendidikan Sukinah tidak tinggi. Ia hanya lulusan sekolah dasar.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di pengujung dekade 1990-an, Sukinah sempat merantau ke Jepara. Ia juga pernah mengadu nasib ke Jakarta di awal milenium kedua.

Namun Sukinah merasa jalan hidup memanggilnya untuk pulang ke kampung: bertani.

"Kalau semua jadi pegawai, siapa yang menjadi petani?” tuturnya kepada CNNIndonesia.com, pekan lalu.

Sukinah lantas pulang ke Tegaldowo. Bersama sang suami, Jafar, ia membangun rumah sederhana berbahan dasar kayu di atas lahan keluarga. Serupa sebagian besar tempat tinggal warga Tegaldowo, rumah Sukinah berbentuk joglo.

Di rumahnya, Sukinah memiliki pekarangan untuk menjemur gabah dan jagung hasil pertanian. Awal April lalu, Sukinah dan Jafar baru saja selesai memanen sawah. Beberapa karung gabah terlihat di bagian tengah rumah yang beralas tanah.

Warga desa Tegaldowo mayoritas berprofesi sebagai petani dan peternak. mereka hidup dari sawah dan sayur mayur menjadi pendukung utamanya. Penghasilan utama lainnya adalah dari peternakan dan terutama sapi. CNN Indonesia/Andry NovelinoWarga Desa Tegaldowo mayoritas berprofesi sebagai petani dan peternak. Penghasilan utama lainnya adalah dari peternakan dan terutama sapi. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
"Hasil panen ini untuk makan sehari-hari. Sebagian jagung kami jual," ujar Sukinah.

Hidup memang bukan soal makan saja. Setiap Senin dan Kamis, Sukinah dan Jafar ke pasar untuk menjual pisang, ayam atau entok yang mereka pelihara.

Mereka menggunakan uang hasil penjualan untuk membeli kebutuhan rumah tangga lain, termasuk membayar tagihan listrik yang kerap biarpet.

Tiga tahun terakhir, Sukinah kerap berpergian ke luar Tegaldowo. Aktivitas itu terlihat dari poster dan sejumlah pigura foto yang ia gantung di ruang tengah rumahnya.

Satu dari sekian foto itu dipotret ketika Sukinah dan perwakilan Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, awal Agustus 2016.

Kala itu Sukinah duduk di tengah meja panjang, persis di hadapan Jokowi, Menteri Sekretaris Negera Pratikno, dan Juru Bicara Presiden Johan Budi Sapto Pribowo. Sukinah dan beberapa petani perempuan Pegunungan Kendeng diundang ke Istana setelah mengecor kaki dengan semen, aksi penolakan terhadap ekspansi PT Semen Indonesia (Persero) Tbk di kampung mereka.

Sejahtera versi Siapa?

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER