Jakarta, CNN Indonesia -- Penyiraman air keras pada Novel Baswedan memunculkan pertanyaan ada tidaknya pengawalan pada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi selama ini. Pengawalan dinilai perlu mengingat pentingnya tugas para penyidik seperti KPK.
Novel sendiri saat ini adalah ketua satuan tugas penyidik kasus korupsi KTP Elektronik (e-KTP) yang menyeret sejumlah nama besar. Novel juga pernah mengusut kasus korupsi besar lainnya, pengadaan simulator mengemudi di tubuh Korps Lalu Lintas Mabes Polri.
Teror pada Novel juga bukan hanya kali ini. Sebelumnya Novel beberapa kali menerima ancaman dan intimidasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada pertengahan tahun 2016 misalnya, Novel pernah ditabrak sebuah mobil tak jauh dari rumahnya saat akan berangkat kerja ke KPK. Padahal kondisi jalan saat itu lengang. Novel pun jatuh dari sepeda motor yang dikendarai hingga terguling ke jalan. Sementara pengendara mobil langsung ‘kabur’ meninggalkan lokasi.
Jauh sebelum itu, Novel juga pernah mendapat serangan saat menangani kasus korupsi Bupati Buol Amran Batalipu pada Juni 2012. Sepeda motor yang ia kendarai rusak karena ditabrak dengan sengaja oleh mobil yang ditumpangi massa pendukung Amran.
Kerapnya ancaman yang diterima Novel membuat dugaan keterkaitan dengan kasus korupsi yang diusut Novel mengemuka.
Serangan-serangan itu dianggap sebagai teror dan upaya kriminalisasi pada Novel. Berulangnya serangan ini juga dinilai terjadi lantaran minim perlindungan pada penyidik KPK. Tak ada pengamanan apalagi pengawalan khusus pada penyidik yang menangani kasus di KPK.
Ketua KPK Agus Raharjo sebelumnya mengatakan, lembaga yang dipimpinnya sejak lama telah memiliki Standard Operation Procedure (SOP) pengamanan bagi para penyidik. Novel pun mendapatkan fasilitas pengamanan yang sama. Namun dengan insiden penyiraman air keras yang baru terjadi, Agus menegaskan akan memperkuat SOP pengamanan terhadap para penyidik.
"Sebenarnya sudah ada di internal KPK tapi ini akan kami perkuat lagi," katanya.
 Novel mengalami luka bakar di wajahnya akibat siraman air keras orang tak dikenal. (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar) |
Sementara Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Mochamad Iriawan mengatakan, Novel sebenarnya didampingi petugas keamanan di setiap aktivitasnya sebagai penyidik KPK. Namun saat kejadian penyiraman air keras, tak ada pengamanan terhadap Novel. Menurut Iriawan, Novel sendiri yang meminta pengamanan terhadap dirinya tak dilakukan saat salat subuh di masjid.
Kendati demikian, pengamanan pada Novel dinilai jauh berkurang belakangan ini. Ketua rukun tetangga di tempat tinggal Novel, Wisnu Broto menyatakan, saat menyidik kasus simulator yang melibatkan jenderal polisi aktif Djoko Susilo, Novel dikawal ketat.
Menurut Wisnu, pengawal Novel saat itu adalah anggota Korps Marinir TNI Angkatan Laut bersenjata lengkap. Jumlahnya bisa mencapai empat orang. Mereka bertugas di sekitar rumah Novel dengan mobil yang terparkir di seberangnya.
"Kalau salat subuh dikawal juga sama marinir. Tapi setelah itu enggak ada lagi yang jaga," katanya.
Aturan Pengamanan Penyidik KPKKetentuan mengenai pengamanan pada penyidik tak diatur khusus dalam peraturan perundang-undangan. Hal itu dinilai menjadi kewenangan internal masing-masing lembaga untuk melakukan pengamanan pada penyidik.
Pengamat hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hajar mengatakan, dalam undang-undang tentang keprotokolan hanya mengatur soal pengamanan pada pejabat negara. Dalam aturan itu yang termasuk pejabat negara di antaranya adalah presiden, wakil presiden, menteri, hingga ketua Mahkamah Agung. Sementara sebagai penyidik, Novel bukan pejabat negara namun menjadi bagian dari kekuasaan kehakiman yang menjalankan penegakan hukum.
"Sebenarnya tidak ada aturan yang mengharuskan (pengamanan bagi penyidik). Tapi sejak awal mestinya diantisipasi untuk perlindungan karena tugasnya kan menyidik orang, apalagi kalau yang disidik orang yang punya kekuasaan," kata Abdul kepada
CNNIndonesia.com.
Dalam ketentuan di KPK, lanjutnya, ketentuan pengamanan hanya melekat bagi pimpinan. Sementara ketentuan pengamanan bagi penyidik dinilai tak jelas.
Padahal, kata Abdul, nyawa KPK berada di tangan penyidik. Setiap perkara yang masuk akan menjadi kewenangan penyidik. Dalam hal ini, pimpinan juga tak berhak mengintervensi penyidik saat menangani suatu perkara.
Abdul mengatakan, KPK harus memperbaiki SOP pengamanan dengan memperinci ketentuan bagi penyidik saat menangani kasus. Salah satunya dapat ditempuh dengan cara konsinyering. Melalui cara ini, kata dia, penyidik harus meninggalkan rumah maupun kantor untuk menyelesaikan suatu perkara secara intensif. Penyidik dapat memilih tempat khusus yang jauh dari jangkauan masyarakat. Cara tersebut dinilai efektif sebagai bentuk perlindungan bagi penyidik.
"Jadi dia tinggal di satu tempat tanpa bergaul dulu dengan masyarakat. Dia bisa tinggal di situ sampai perkaranya selesai," tutur Abdul.
Novel sebelumnya mengaku sempat merasa dibuntuti orang asing seminggu sebelum insiden penyiraman air keras. Abdul berkata, Novel mestinya melaporkan hal tersebut pada pimpinan agar pengawasan dapat lebih diperketat.
"SOP ini yang harusnya diperketat, baik untuk kasus besar maupun kecil. Ketika dia merasa dibuntuti, lapor ke pimpinan supaya bisa lebih ketat mengawasinya," katanya.
Terlepas dari hal tersebut, Abdul menegaskan, kepolisian mesti fokus mengungkap pelaku penyiraman air keras pada Novel. Sebagai sebuah lembaga superbodi, menurutnya, banyak pihak yang tak suka dengan KPK. Bahkan sejumlah pihak mengaitkan insiden yang menimpa Novel dengan kasus e-KTP yang saat ini masih berjalan.
Meski demikian, Abdul enggan menerka-nerka siapa aktor di balik pelaku penyiraman pada Novel. Ia meminta kepolisian berhati-hati dalam mengungkap kasus tersebut.
"Dalam kasus ini mungkin saja ada dendam lama, tapi kemudian memanfaatkan momentum kasus e-KTP," kata Abdul.