Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fadli Zon menyebut masa kepemimpinan Joko Widodo-Jusuf Kalla adalah rezim pertama yang menggunakan pasal makar pascareformasi. Pasal ini menurutnya digunakan untuk menjerat orang-orang yang dinilai berseberangan dengan pemerintah.
"Sudah 18, hampir 20 tahun sejak reformasi, baru rezim ini yang menggunakan pasal-pasal makar untuk kepentingan politik," kata Fadli usai menjenguk Sekretaris Jenderal Forum Umat Islam Muhammad Al Khaththath di Markas Komando Korps Brimob, Kelapa Dua, Depok (18/4).
Ia mencontohkan kasus makar yang dialamatkan pada Al Khaththath yang dinilainya ganjil karena tanpa alat bukti kuat. Ia menyebut tuduhan makar pada Al Khaththath tidak berdasar.
Politikus Partai Gerindra ini mengatakan, pasal tentang makar atau kudeta hanya tepat jika dipakai untuk orang atau kelompok yang ingin menumbangkan rezim dengan cara angkat senjata. Maka dari itu, penangkapan aktivis serta tokoh agama yang ingin berunjuk rasa pada aksi 212 dan 313 silam atas tuduhan makar dinilai tidak tepat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pasal makar itu jelas, ada gerakan bersenjata, mau menumbangkan (pemerintah), ini tidak ada yang mau melakukan makar," kata Fadli.
Menurutnya, aktivis dan ulama yang ditangkap atas tuduhan makar, justru berencana melakukan kegiatan yang dipayungi konstitusi, khususnya menyampaikan aspirasi. Bukan tuduhan makar seperti yang selama ini dituduhkan kepada mereka.
"Justru penangkapan-penangkapan ini pelanggaran terhadap konstitusi," katanya.
Ia mengatakan, penahanan yang dilakukan hanya dilandasi ketidaksukaan terhadap pengkritik dan lawan politik. Sikap pemerintah tersebut dinilai Fadli sebagai kemunduran dalam demokrasi di Indonesia.
"Ini negara demokrasi. Ini era reformasi. Tidak bisa seenaknya menahan orang tanpa ada dasar yang kuat," katanya.
Saat ini ada sejumlah orang yang dijerat dengan pasal makar. Penangkapan dilakukan sebelum aksi massa di Jakarta beberapa waktu lalu. Al Khaththath ditangkap malam hari sebelum aksi 313. Saat itu, organisasi yang dipimpinnya, FUI, memang jadi motor aksi.
Sebelumnya polisi menetapkan beberapa nama terkait kasus makar. Mereka ditangkap sebelum aksi massa 2 Desember atau aksi 212. Mereka diantaranya adalah Sri Bintang Pamungkas, Rachmawati Soekarnoputri, Kivlan Zein, Adityawarman, Ratna Sarumpaet, Firza Husein, Eko, Alvin Indra, Rizal Kobar dan Jamran.