Jakarta, CNN Indonesia -- KPK menaksir dugaan kerugian negara dalam penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada Sjamsul Nursalim, pemegang saham Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI), pada April 2004 mencapai Rp3,7 triliun.
Untuk mengembalikan kerugian negara itu, KPK bakal menerapkan peraturan tentang pencucian uang.
"
Asset recovery nanti akan dilakukan dengan UU Tindak Pidana Pencucian Uang. Yang akan kami terapkan Peraturan MA tentang Korporasi," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di Jakarta, Selasa (25/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait dengan korporasi, KPK juga akan menelusuri salah satu aset milik Sjamsul yang kini ada pada produsen ban PT Gajah Tunggal Tbk. Emiten itu adalah salah satu produsen ban terbesar di Asia Tenggara serta memproduksi produk terkait dengan karet lainnya. Salah satu produk yang terkenal adalah GT Radial yang digunakan untuk mobil.
Basaria memastikan, pihaknya bakal menelusuri aset sejumlah perusahaan yang terkait dengan Sjamsul, lantaran pemilik BDNI itu belum melunasi tanggung jawab atas penerimaan BLBI.
Merujuk data penyidik, Basaria mengatakan, dari total kewajiban Rp4,8 triliun, Sjamsul baru mengembalikan Rp1,1 triliun. "Ke mana saja aset ditelusuri, ke mana pun alurnya akan kami cari," ujarnya.
Pengembalian AsetJuru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, salah satu aset Sjamsul yang ada di Indonesia adalah PT Gajah Tunggal Tbk. Sejumlah aset dari korporasi pun sempat diserahkan Sjamsul kepada BPPN, sebagai salah satu jaminan atas pengembalian BLBI.
"Itu terlalu teknis, tapi kami akan telusuri (ke Gajah Tunggal)," kata Febri. Menantu Sjamsul, Tan Enk Ee kini menjabat wakil presiden direktur di perusahaan ban itu.
Menurut Febri, KPK mengendus adanya kejanggalan dari penerbitan SKL yang diberikan Syafruddin kepada Sjamsul, pemegang saham BDNI. Pasalnya, dari tagihan sebesar Rp4,8 miliar, Sjamsul baru membayarnya dengan menyerahkan aset senilai Rp1,1 triliun ke BPPN.
"Syamsul masih punya kewajiban Rp3,7 triliun tapi tetap dikasih SKL. Sehingga seolah-olah tidak ada kewajiban lain," tuturnya.
Kemarin KPK menetapkan eks Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional Syafruddin Arsyad Tumenggung sebagai tersangka penerbitan SKL BLBI kepada Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham BDNI. Tindakan Syafruddin itu diduga merugikan keuangan negara hingga Rp3,7 triliun.
Syafruddin disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.