Jakarta, CNN Indonesia -- Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Muhammad Ismail Yusanto mengatakan, vonis dua tahun penjara untuk Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sesuai dengan harapan kelompoknya. Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara hari ini memutuskan Ahok terbukti bersalah melanggar Pasal 156a KUHP tentang penodaan agama.
"(Vonis dua tahun) ini satu poin penting yang kami anggap sebagai hal yang sesuai harapan kami," kata Ismail di kantor DPP HTI, Jakarta Selatan, Selasa (9/5).
HTI adalah salah satu ormas yang ikut terlibat aksi bela Islam beberapa waktu lalu. Dalam aksinya, mereka juga menuntut agar Ahok dihukum maksimal karena dianggap telah melakukan penodaan agama.
Ismail mengatakan yang paling penting dari vonis itu adalah pernyataan hakim yang menyatakan bahwa Ahok terbukti melanggar pasal 156a KUHP. Menurutnya, putusan itu menjadi bukti paling mendasar bahwa Ahok telah menodakan agama Islam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun kata Ismail, situasinya akan berbeda jika Ahok dinyatakan tidak menodakan agama. Sebab menurutnya, hal itu akan menjadi preseden buruk terhadap hukum Indonesia dan memicu kasus penodaan agama lainnya.
"Kalau Ahok tidak dikatakan menistakan agama, akan memicu penistaan yang lebih besar. Orang nanti mudah mengatakan jangan mau dibohongi Injil dan macam-macam," katanya.
Pada dasarnya, kata Ismail, vonis dua tahun jauh dari perkiraan HTI. Lembaganya berpandangan, Ahok akan dipenjara lima tahun. Namun menurut Ismail, setidaknya Ahok tidak dihukum satu tahun penjara dengan dua tahun masa percobaan.
"Gerakan umat Islam sejak Oktober 2016 membuahkan hasil. HTI bersyukur alhamdulillah Ahok kalah dalam Pilkada," kata Ismail
Sebelumnya, Ketua majelis hakim Dwiarso Budi Santiarto mengatakan, Ahok terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan penodaan agama.
"Pidana penjara selama dua tahun, menetapkan agar terdakwa ditahan," ujar Dwiarso saat membacakan putusan sidang di kawasan Ragunan, Jakarta Selatan.
Ahok sebelumnya didakwa dengan pasal 156a tentang penodaan agama dengan pasal 156 KUHP sebagai alternatif. Dalam tuntutannya, jaksa menghilangkan pasal penodaan agama untuk Ahok. Ancaman hukuman lima tahun penjara juga dihilangkan dan Ahok hanya dituntut satu tahun dengan masa percobaan dua tahun.
Kasus ini bermula ketika Ahok mengutip Surat Al Maidah dalam pidatonya di Kepulauan Seribu, 27 September 2016. Rekaman video pernyataan Ahok itu tersebar di media sosial dan memicu reaksi keras.