Fraksi Nasdem DPRD Sebut Hakim Tertekan Saat Vonis Ahok

CNN Indonesia
Selasa, 09 Mei 2017 16:26 WIB
Ketua Fraksi Partai Nasdem DPRD DKI Jakarta Bestari Barus menilai ada anomali atau ketidaknormalan dalam vonis terhadap Ahok.
Ketua Fraksi Partai Nasdem DPRD DKI Jakarta Bestari Barus menilai ada anomali atau ketidaknormalan dalam vonis terhadap Ahok. (CNN Indonesia/Pool/Joanito De Saojoao)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Fraksi Partai Nasdem DPRD DKI Jakarta Bestari Barus menilai ada anomali atau ketidaknormalan dalam vonis hakim terhadap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Dia menduga, hakim berada di bawah tekanan saat memutus perkara sehingga tidak memperhatikan tuntutan jaksa penuntut umum.

"Itu menurut saya suatu anomali, suatu kejadian yang luar biasa. Mungkin hakim itu tertekan dengan situasi sehingga ingin melepaskan supaya bisa diproses lebih lanjut saja di tingkat banding," ucap Bestari saat dihubungi di Jakarta, Selasa (9/5).

Bestari menilai, aksi bela Islam yang digelar beberapa kali atau dikenal dengan aksi 411, 212, 313, dan 55 dapat memberi tekanan kepada hakim dalam memutuskan perkara. Dengan demikian, hakim kurang percaya diri dalam menjatuhkan vonis sesuai tuntutan jaksa.
"Pada peristiwa kali ini terlihat hakim kurang percaya diri untuk memutuskan seperti apa yang dituntut oleh kejaksaan. Kalau tadi sudah begini kan sebaikanya tidak perlu ada persidangan, langsung hakim putuskan saja," katanya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bestari mendukung penuh keputusan Ahok yang akan mengajukan upaya hukum banding. Sebab menurutnya, Ahok sudah dibuktikan tidak bersalah oleh jaksa, sementara hakim memutuskan hal lain.

"Kalau enggak banding kan aneh, jaksa saja menyatakan tidak terbukti, hakim menyatakan terbukti. Negara sudah menyatakan tidak terbukti dan tiba-tiba hakim memutuskan terbukti kenapa gitu," ucapnya.
Ketua Setara Institute Hendardi juga menyebut vonis dua tahun penjara untuk Ahok dinilai tidak lazim karena melampaui tuntutan jaksa.

"Vonis terhadap Basuki di luar kelaziman. Karena JPU gagal membuktikan dakwaan primer Pasal 156a, maka JPU hanya menuntut Basuki dengan Pasal 156 KUHP," kata Hendardi.

Meskipun tidak lazim, kata Hendardi, secara prinsip hakim independen dan merdeka dalam memutus perkara, sepanjang tidak keluar dari delik dan dakwaan yang termaktub dalam Undang-Undang.

Dalam tuntutannya, jaksa menuntut Ahok dengan hukuman pidana satu tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun. Jaksa menilai Ahok hanya melanggar pasal 156 KUHP tentang pernyataan permusuhan terhadap golongan, bukan pasal terkait penodaan agama.

Sementara majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara memvonis Ahok terbukti bersalah melanggar pasal 156a KUHP tentang penodaan agama, dengan hukuman dua tahun penjara.

Pasal 156a KUHP itu berbunyi, "Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia".
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER