Pelapor Kasus Ahok: Penjara Bayar Penjara

CNN Indonesia
Selasa, 09 Mei 2017 16:17 WIB
Mantan Sekjen Front Pembela Islam, Novel Chaidir Bamukmin, yang juga pelapor kasus Ahok kecewa dengan vonis dua tahun penjara.
Novel Bamukmin Berkomentar Soal vonis Ahok. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pelapor kasus penodaan agama, Novel Chaidir Bamukmin mengaku kecewa dengan vonis dua tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara kepada Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

"Buat saya yang sudah dipenjara karena lawan Ahok pada 2014 memang terbayar. Penjara bayar penjara," kata Novel kepada CNNINdonesia.com, Selasa (9/5).

Pada 3 Oktober 2014, Novel pernah ditahan Kepolisian Daerah Metro Jaya karena terlibat kericuhan saat demo penolakan pengangkatan Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta menggantikan Joko Widodo. Dia pernah divonis penjara tujuh bulan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Novel yang pernah menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Front Pembela Islam (FPI) merupakan satu dari belasan pihak yang melaporkan Ahok atas tuduhan penodaan agama. Novel saat itu membawa nama Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) saat melaporkan Ahok ke Bareskrim Mabes Polri Oktober 2016. Wakil Ketua ACTA itu, juga sempat bersaksi di sidang perkara penodaan agama dan keterangan pekerjaannya di Fitsa Hats menjadi viral di media sosial.  
Novel menyatakan keberatan dengan vonis terhadap Ahok karena masih jauh dari harapan. "Kasus ini sudah banyak membuang energi dan waktu. Ingat delapan bulan lho, " kata Novel.  

Novel mengatakan, seharusnya hakim dapat menjatuhkan hukuman maksimal terhadap Ahok, sesuai dengan pasal 156a KUHP dengan ancaman lima tahun penjara.

Meski mengaku kecewa, Novel selaku pelapor pertama, tetap memberikan apresiasi terhadap hakim.
Hal senada diungkapkan Ketua Dewan pembina ACTA Habiburokhman yang menyambut baik vonis yang dijatuhkan hakim kepada Ahok. Vonis dua tahun penjara bagi Ahok, menurutnya adalah bukti konkrit masih tegaknya supremasi hukum di Indonesia.

"Pembuktian perkara ini sebenarnya sederhana, hanya karena melibatkan seorang Gubernur dan sekaligus Calon Gubernur yang mengikuti kontestasi Pilgub perkara ini seolah menjadi begitu rumit," kata dia.

Kata dia, ada sejumlah bukti yang membuktikan bahwa Ahok bersalah menodai agama. Seperti, bukti beberapa versi rekaman video yang terbukti tidak direkayasa, jelas suaranya dan jelas gambarnya.

Selain itu, kesaksian warga Kepulauan Seribu yang mengkonfirmasi bahwa benar Ahok menyampaikan pidato kontroversial tersebut sehingga mereka yang berada di lokasi merasa tersinggung.
Pengakuan Ahok, kata Habiburokhman, juga membuktikan bahwa dia adalah orang yang ada dalam video tersebut dan ucapannya dalam video adalah benar adanya.

"Dalam hukum pidana pengakuan terdakwa adalah salah satu bukti penting, apalagi Ahok dalam memberikan pengakuan tersebut didampingi oleh para penasehat hukumnya serta tidak dalam keadaan tertekan sama sekali," kata dia.

Selain pendapat yang mendukung vonis hakim, pihak lain menyuarakan pertentangannya atas vonis ini. Ketua Setara Institute Hendardi menyebut vonis dua tahun penjara untuk Ahok dinilai tidak lazim karena melampaui tuntutan jaksa. 

"Vonis terhadap Basuki di luar kelaziman. Karena JPU gagal membuktikan dakwaan primer Pasal 156a, maka JPU hanya menuntut Basuki dengan Pasal 156 KUHP," kata Hendardi. 

Meskipun tidak lazim, kata Hendardi, secara prinsip hakim independen dan merdeka dalam memutus perkara, sepanjang tidak keluar dari delik dan dakwaan yang termaktub dalam Undang-Undang.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER