Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Sub Bagian Perbendaharaan Sesditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) Junaidi mengaku pernah membuat surat pertanggungjawaban (SPJ) fiktif senilai Rp2,5 miliar dalam pembukuan anggaran proyek e-KTP. SPJ fiktif itu atas perintah terdakwa Sugiharto yang saat proyek berjalan menjabat sebagai Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri.
"Itu perintah Pak Sugiharto untuk menutupi Rp2,5 miliar," ujar Junaidi saat bersaksi dalam sidang korupsi e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (22/5).
Menurutnya, pembuatan SPJ fiktif itu dilakukan lantaran mantan Sugiharto yang juga Pejabat Pembuat Komitmen proyek e-KTP pernah meminjam uang proyek tersebut senilai Rp2,5 miliar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Junaidi tidak menanyakan tujuan Sugiharto meminjam uang tersebut. Kata dia, uang itu akhirnya diberikan ke Sugiharto secara bertahap yang diambil dari biaya pagu anggaran dan pinjaman bendahara proyek e-KTP.
Namun, hingga menjelang tutup buku, Sugiharto tidak segera mengembalikan uang tersebut. Akhirnya, Junaidi dan staf Kemdagri lainnya membuat SPJ fiktif berupa tiket hingga bukti pembayaran hotel yang seolah-olah diperoleh dari tim supervisi proyek e-KTP di daerah.
"Saya cuma sekali (buat SPJ fiktif). Untuk menutupi yang Rp2,5 miliar saja," tuturnya.
Sementara, Sugiharto membantah pernah berutang Rp2,5 miliar menggunakan dana proyek e-KTP. Ia merasa tak pernah meminjam uang melalui anak buahnya.
"Demi Allah saya sama sekali tidak pernah utang Rp2,5 miliar seperti yang dianggap Pak Junaidi," ucap Sugiharto.
Sugiharto dan mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Irman didakwa menyalahgunakan wewenang dalam pengadaan proyek e-KTP tahun 2011-2012. Proyek itu merugikan negara hingga Rp2,3 triliun.