Jakarta, CNN Indonesia -- Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak seluruh gugatan praperadilan yang dilayangkan tersangka kasus dugaan pemberian keterangan palsu dalam persidangan kasus e-KTP Miryam S Haryani.
Hakim tunggal Asiadi Sembiring menyatakan, surat perintah penyidikan surat perintah penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nomor Sprin.Dik-28/01/04/2017 telah sah dan berdasarkan atas hukum.
"Menyatakan penetapan tersangka atas nama Miryam S Haryani adalah sah," kata Hakim Asiadi saat membacakan putusan di muka persidangan, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (23/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Asiadi pun memutuskan untuk membebankan biaya perkara sebesar Rp5.000 bagi pihak Miryam. Sementara dalam eksepsinya, hakim menolak eksepsi dari KPK.
Menanggapi putusan tersebut, anggota tim kuasa hukum Miryam, Mita Mulya, mengaku kecewa. Menurut dia, KPK tidak memiliki kewenangan melakukan penyelidikan dan penyidikan terkait kasus dugaan pemberian keterangan palsu dalam persidangan kasus e-KTP. Dia pun menyatakan, penetapan kliennya sebagai tersangka tidak sah.
"Kami kecewa, karena kami beranggapan punya argumentasi hukum kuat," katanya usai sidang.
Namun demikian, Mita mengatakan menghormati putusan yang telah diambil majelis hakim. Dia pun mengatakan akan berkoordinasi dengan Miryam terlebih dahulu untuk menentukan langkah lebih lanjut dalam menyikapi putusan praperadilan.
"Kami kembalikan putusan pengadilan, kami hargai putusan hakim. Pokok pentingnya, kami sudah jalankan jalur hukum yang dimungkinkan untuk menguji," ujarnya.
Miryam sebelumnya melakukan gugatan praperadilan atas penetapannya sebagai tersangka oleh KPK atas dugaan pemberi keterangan palsu di sidang e-KTP. Pihak Miryam beranggapan penetapan tersangka tersebut tidak sah.
Miryam diduga sengaja tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan palsu saat menjadi saksi persidangan kasus dugaan korupsi e-KTP dengan dua terdakwa mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri Irman dan Sugiharto.
Miryam mengaku diancam penyidik untuk mengakui adanya pembagian uang kepada anggota DPR RI terkait proyek e-KTP. Karena merasa tertekan, Miryam beralasan terpaksa mengakui adanya pemberian uang hasil korupsi e-KTP.