Jakarta, CNN Indonesia -- Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara menyatakan tak dapat menerima gugatan Gusti Kanjeng Ratu Hemas soal pelantikan pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) oleh Wakil Ketua Mahkamah Agung. Hakim menilai, apa yang dipermasalahkan mantan Wakil Ketua DPD itu bukan termasuk kewenangan PTUN untuk mengadilinya.
"Menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima," kata Ketua Majelis Hakim Ujang Abdullah saat membacakan putusan di kantor PTUN Jakarta, Kamis, (8/6).
Hemas menggugat pemanduan sumpah Ketua DPD Oesman Sapta Odang dan dua wakilnya oleh hakim MA. Menurutnya, pemanduan itu bertentangan dengan putusan Mahkamah Agung nomor 20P/HUM/2017 yang sudah menentukan masa jabatan DPD selama lima tahun.
Istri Sri Sultan Hamengkubuwono X ini menilai, jika putusan MA ini dilaksanakan, Oesman tidak bisa dilantik sebagai Ketua DPD.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hakim menilai, pemanduan sumpah tersebut digolongkan sebagai agenda seremonial kenegaraan. Sementara PTUN hanya mengurusi persoalan yang bersifat konstitusional. Misalnya penetapan Oesman Sapta Odang sebagai pimpinan DPD
Meski pun putusan PTUN tersebut bersifat final, hakim mengatakan kedua belah pihak dapat mengajukan peninjauan kembali.
Dalam sidang putusan itu sendiri, Hemas tidak hadir. Ia diwakili oleh kuasa hukumnya yang dipimpin oleh Irman Putrasidin.
Hemas dan mantan Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad keberata dengan pergantian pimpinan DPD beberapa waktu lalu. Pasalnya, pergantian itu berdasarkan oada Tata Tertib DPD yang sudah dibatalkan oleh MA sendiri. Dalam aturan yang dibatalkan itu diatur masa kepemimpinan Ketua dan Wakil Ketua DPD selama 2,5 tahun.
Dengan dibatalkannya aturan itu, maka kembali ke aturan yang lama yang mengatur masa kepemimpinan lima tahun. Jika merujuk pada aturan lama itu, maka Hemas dan Farouk tetap menjadi Wakil Ketua DPD.
Namun pergantian tetap dilakukan. MA selanjutnya memandu sumpah jabatan Oesman Sapta Odang sebagai ketua DPD, serta dua Wakil Ketua DPD Nono Sampono dan Darmayanti.