Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif menyatakan, kajian KPK bersama sejumlah ahli hukum tentang keabsahan panitia khusus angket KPK telah rampung. Menurut Laode, hasil kajian dari para ahli tak berbeda jauh dengan materi yang telah dibahas di KPK.
"Kajian sudah lengkap. Hasilnya semua yang ditemukan para pakar itu sesuai dengan pembicaraan kami di KPK," ujar Laode di gedung KPK, Jakarta, Kamis (15/6).
Pihaknya hanya perlu menunggu surat panggilan dari DPR untuk menyatakan secara resmi sikap lembaga anti rasuah terhadap angket tersebut. Untuk sementara, Laode menegaskan, KPK tetap bekerja sesuai koridor hukum yang berlaku tanpa terganggu dengan keberadaan angket di DPR.
"Kalau surat sudah kami terima baru kami bisa menentukan sikap," katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hasil kajian bersama sejumlah ahli hukum itu di antaranya membahas tentang pertimbangan subjek dan objek angket, ketentuan tentang perwakilan dalam pansus angket, hingga pokok materi yang akan dibahas oleh pansus tersebut.
Ahli hukum tata negara Mahfud MD sebelumnya menyatakan, pembentukan panitia khusus hak angket terhadap KPK oleh DPR cacat hukum. Salah satu alasan yang menyebabkan pansus itu cacat hukum adalah kekeliruan subjek dan objek hak angket itu sendiri.
"Subjeknya keliru karena secara historis hak angket itu dulu hanya dimaksudkan untuk pemerintah," ujar Mahfud di gedung KPK kemarin.
Selain itu, dalam ketentuan pasal 201 ayat (3) UU MD3 juga mengatur bahwa semua fraksi harus terwakili dalam pansus hak angket tersebut. Sedangkan hingga saat ini masih ada tiga fraksi yang menolak yakni Demokrat, PKB, dan PKS.
Mahfud juga menyoroti pokok materi hak angket yang dibahas. Menurutnya, materi hak angket oleh DPR harus strategis dan menyangkut hal penting di luar permasalahan rutin.
Adapun dalam angket ini, salah satu materi yang akan dibahas adalah permasalahan anggota fraksi Hanura Miryam S Haryani yang diduga memberikan keterangan palsu saat bersaksi dalam sidang kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.
"Ini pentingnya apa. Pengakuan Miryam yang mengaku ditekan itu hal biasa. Tidak ada yang gawat di situ dan sudah dibuktikan di sidang praperadilan," tutur Mahfud.