Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) I Putu Gede Ary Suta. Ary diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Syafruddin A Tumenggung dalam kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI).
Ketua BPPN sebelum Syafruddin itu menolak berkomentar saat disinggung perihal materi pemeriksaan oleh awak media. Ari mengaku hanya ditanya soal pekerjaan saat menjabat Ketua BPPN.
"Dulu kan Ketua BPPN jadi ditanya soal BPPN. Penugasan yang pernah saya lakukan apa, itu saja," ujar Ary usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Kamis (15/6).
Ary mengaku tak tahu saat disinggung soal penerbitan SKL bagi Sjamsul Nursalim, pemegang saham Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI). Ia mengklaim tak berwenang saat penerbitan SKL tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain Ary, KPK juga telah memeriksa sejumlah mantan Ketua BPPN, di antaranya Bambang Subianto, Glenn M Yusuf, dan Edwin Gerungan.
Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah mengungkapkan, pemeriksaan pada mereka dilakukan untuk mendalami proses penerbitan Master of Settlement Agreement And Acquisition Agreement (MSAA) terkait perjanjian Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS).
"Kami dalami proses penerbitan MSAA dan kewajiban obligor sampai informasi terkait proses penerbitan SKL," katanya.
KPK tengah mengusut penerbitan SKL kepada taipan Sjamsul Nursalim, pemilik BDNI, salah satu bank yang menerima kucuran BLBI. SKL tersebut diterbitkan oleh Syafruddin selaku Ketua BPPN periode 2002-2004.
Menurut KPK, kewajiban Sjamsul Nursalim yang mesti diserahkan ke BPPN sebesar Rp4,8 triliun.
Sjamsul Nursalim baru membayarnya lewat penyerahan Dipasena yang nilainya hanya Rp1,1 triliun. Dengan demikian, Sjamsul masih memiliki kewajiban Rp3,7 triliun.