Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Gubernur Banten Ratu Atut Choisiyah dituntut pidana delapan tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider enam bulan kurungan penjara oleh jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Atut dianggap bersalah menerima suap dalam proyek pengadaan alat kesehatan rumah sakit rujukan Dinas Kesehatan Banten dan penyusunan anggaran tahun 2012. Tak hanya itu, dia juga dinilai bersalah melakukan pemerasan untuk memperkaya diri sendiri.
"Menjatuhkan hukuman berupa pidana penjara selama delapan tahun dan denda Rp250 juta subsider enam bulan kurungan penjara," kata Jaksa KPK Budi Nugraha membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (16/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jaksa KPK meminta majelis hakim menyatakan Atut melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Tak hanya itu, jaksa KPK juga meminta majelis hakim menyatakan Atut bersalah sebagaimana dakwaan kedua alternatif pertama, Pasal 12 huruf e UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jaksa KPK juga menuntut Atut membayar uang pengganti sebesar Rp3,8 miliar. Pasalnya, berdasarkan fakta yang muncul dalam persidangan Atut terbukti menerima keuntungan berupa uang dan fasilitas sebesar Rp3,8 miliar.
Namun, berdasarkan uraian jaksa, ibu dari Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy itu sudah mengembalikan uang yang diperolehnya itu kepada KPK secara bertahap pada saat penyidikan, pada medio 2015.
"Bahwa pada uang tersebut dengan total Rp3,8 miliar dirampas untuk negara," kata jaksa KPK.
Sebelumnya, Atut didakwa bersama-sama adiknya, Tubagus Chaeri Wardhana alias Wawan melakukan korupsi pengadaan alat kesehatan di rumah sakit rujukan Dinas Kesehatan Banten dan penyusunan anggaran tahun 2012.
Dalam kasus ini Atut memperkaya dirinya Rp3,8 miliar, sementara Wawan mendapat bagian sebesar Rp50 miliar.
Hasil korupsi ini diduga juga tak hanya dinikmati Atut tapi juga sejumlah pejabat Dinas Kesehatan Banten dan beberapa orang dekatnya hingga mantan Wakil Gubernur Banten Rano Karno.
Kemudian Atut juga didakwa melakukan pemerasan terhadap empat kepala dinas di Pemprov Banten, sebesar Rp500 juta untuk dirinya sendiri. Uang itu digunakan untuk kepentingan Atut dalam rangka mengadakan kegiatan Istighosah.
Sebelum membacakan tuntutannya, jaksa KPK menyampaikan hal yang memberatkan dan meringankan.
Untuk hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tak mendukung program pemerintah yang sedang giat memberantas korupsi, terdakwa turut menikmati hasil korupsi, terdakwa narapidana korupsi.
Sementara itu, untuk hal yang meringankan, terdakwa berlaku sopan selama persidangan, terdakwa mengakui perbuatannya dan terdakwa sudah mengembalikan uang.
Majelis hakim kemudian mempersilakan Atut dan penasihat hukumnya untuk menyiapkan pledoi atau nota pembelaan. Sidang lanjutan kasus ini akan digelar pada 6 Juli 2017.
Atut yang menghadiri sidang pembacaan tuntutan ini dengan pakaian yang serba hitam, tak memberikan tanggapannya atas tuntutan delapan tahun penjara. Dia memilih bungkam dan terus meninggalkan ruang sidang.