Jakarta, CNN Indonesia -- Bos PT Media Nusantara Citra (MNC) Hary Tanoesoedibjo, melalui kuasa hukumnya Hotman Paris Hutapea, mengajukan permohonan klarifikasi dan penundaan pemeriksaan saksi kepada Kejaksaan Agung terkait perkara dugaan korupsi terhadap pembayaran restitusi atas permohonan PT Mobile 8 Telecom tahun 2007-2008.
Dalam keterangan pers yang diterima CNNIndonesia.com, Selasa (20/6), Hotman mengatakan kliennya memohon penjelasan karena perkara yang tertulis dalam Surat Panggilan telah dihentikan oleh Kejaksaan Agung.
Pemberhentian itu tertuang dalam Berita Acara Pelaksanaan Penghentian Penyidikan tanggal 16 Januari 2017 atas nama Hary Djaja dan Surat Perintah Penghentian Penyidikan Nomor: Print-08/F.2/Fd.1/12/2016 tanggal 30 Desember 2016 atas nama Hary Djaja. Hary adalah ipar dari Hary Tanoe.
"Serta Berita Acara Pelaksanaan Penghentian Penyidikan tanggal 9 Januari 2017 atas nama Anthony Chandra Kartawiria dan Surat Perintah Penghentian Penyidikan Nomor: Print-07/F.2/Fd.1/12/2016 tanggal 30 Desember 2016 atas nama Anthony Chandra Kartawiria," kata Hotman.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anthony Chandra adalah bekas direktur Mobile 8.
Hotman melanjutkan, dua Berita Acara dan dua SP3 tersebut diterbitkan oleh Kejaksaan Agung sebagai pelaksanaan dari Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 140/Pid.Prap/2016/Pn.Jkt.Sel tanggal 29 Nopember 2016, dan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 141/Pid.Prap/2016/Pn.Jkt.Sel tanggal 29 Nopember 2016 yang sudah berkekuatan hukum tetap (
inkracht).
"Atas dasar fakta hukum di atas kami memohon klarifikasi secara tertulis dari Penyidik Kejaksaan Agung atas 2 (dua) produk surat dari Penyidik Kejaksaan Agung yang saling bertentangan," kata Hotman.
Selain masalah hukum di atas, Hotman dalam suratnya juga memberitahukan Kejaksaan bahwa kliennya selaku mantan Komisaris PT Mobile 8, seharusnya mendapatkan perlindungan berdasarkan Pasal 20 dan Pasal 21 ayat (3) Undang-undang No. 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak (UU Pengampunan Pajak).
Dengan perlindungan itu, Hotman menyatakan aparat penegak hukum dilarang untuk menyidik transaksi yang sudah merupakan bagian dari Pengampunan Pajak dengan ancaman Sanksi Pidana seperti di dalam Pasal 23 ayat (1) UU Pengampunan Pajak.