Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) meminta majelis hakim mengesampingkan pencabutan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) anggota fraksi Hanura, Miryam S Haryani dalam sidang kasus dugaan korupsi proyek pengadaan KTP elektronik (e-KTP).
JPU beralasan pernyataan Miryam soal keinginan mencabut BAP telah dibantah oleh tiga penyidik KPK yang juga dihadirkan ke muka persidangan, yakni Ambarita Damanik, M Santoso, dan Novel Baswedan.
Hal ini diungkapkan jaksa Irene Putri saat membacakan surat tuntutan bagi terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (22/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Meminta majelis hakim tidak mempertimbangkan pencabutan BAP oleh Miryam S Haryani," ujar jaksa Irene.
Keterangan Miryam di hadapan penyidik telah ditunjukkan jaksa melalui barang bukti berupa video pemeriksaan yang diputar di muka persidangan. Selain itu, jaksa juga menyertakan bukti berupa tulisan tangan Miryam yang merinci nama-nama anggota Komisi II DPR yang mendapat jatah dari proyek e-KTP.
"Barang bukti berupa video pemeriksaan saksi dan tulisan tangan Miryam S Haryani yang pada pokoknya berisi keterangan tentang perbuatan mendistribusikan uang ke anggota Komisi II DPR," katanya.
Dalam pertimbangannya, jaksa juga menyatakan bahwa keterangan Miryam bertentangan dengan keterangan saksi lain yang mengakui soal penerimaan uang tersebut. Dari keterangan sejumlah saksi, Miryam disebut turut menerima uang proyek e-KTP senilai US$1,2 juta.
Uang tersebut, kata jaksa Irene, diberikan secara bertahap melalui saksi Yosef Sumartono dan terdakwa Sugiharto sebanyak tiga kali di rumah Miryam di Jakarta Selatan.
"Sebagian uang yang diberikan kepada Miryam S Haryani dibagikan kepada seluruh anggota Komisi II DPR dalam dua kali pembagian," ucap jaksa Irene.
Pembagian uang ini disebut mengalir ke mantan pimpinan Komisi II DPR yakni Chaeruman Harahap, Ganjar Pranowo, Teguh Juwarno, dan Taufik Effendi masing-masing sebesar US$3.000. Sementara sisanya dibagi sesuai jabatan di Komisi II DPR.
Jaksa juga meyakini, pencabutan BAP oleh Miryam diduga karena ada arahan pihak-pihak lain yang berkepentingan dalam kasus ini.
Keyakinan itu diperkuat dengan bukti yang menunjukkan pengaruh dari politikus Partai Golkar, Markus Nari. Markus sendiri telah ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menyuruh Miryam mencabut BAP.
"Berdasarkan alasan-alasan tersebut meminta majelis hakim mengesampingkan keterangan Miryam S Haryani dan tetap menggunakan keterangan saksi di depan penyidik sebagai alat bukti yang sah," tuturnya.
Miryam ditetapkan sebagai tersangka memberikan keterangan palsu dalam persidangan kasus korupsi yang merugikan negara Rp2,3 triliun.
Pada sidang Irman dan Sugiharto, Miryam dinilai berbelit-belit dan menghambat penyidikan kasus e-KTP.
Ia membantah turut menerima dan berperan membagi-bagikan uang kepada anggota DPR lainnya. Bahkan, Miryam pun mencabut keterangannya dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saat proses penyidikan.
Miryam dijerat dengan Pasal 22 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.