Jakarta, CNN Indonesia -- Kapolda Jawa Barat Inspektur Jenderal Anton Charlian terancam mendapatkan sanksi terkait surat keputusan (SK) tentang kebijakan prioritas putra daerah dalam penerimaan calon taruna Akademi Kepolisian (Akpol) Jawa Barat.
Mabes Polri telah membentuk tim khusus yang terdiri atas Inspektorat Pengawasan Umum, Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, serta Asisten Kepala Polri Divisi Sumber Daya Manusia.
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto mengatakan tim gabungan itu tengah mengaji dan mengevaluasi guna memastikan surat keputusan Kapolda Jabar bernomor Kep/702/VI/2017 termasuk pelanggaran atau tidak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami (Polri) ini organisasi besar, pasti ada (sanksi) nantinya," kata Setyo di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan, (3/7).
Setyo mengatakan penerimaan calon taruna melalui jalur Akpol tidak bisa menggunakan sistem yang memprioritaskan putra atau putri daerah. Setyo mengatakan sistem tersebut hanya dapat digunakan untuk penerimaan calon taruna di level bintara.
Berdasarkan hal itu, pihak Polri langsung mengambil langkah membatalkan surat keputusan Kapolda Jawa Barat tersebut. Terlebih, lanjutnya, surat keputusan Kapolda Jawa Barat itu dikeluarkan tanpa sepengetahuan Kapolri Jenderal Tito Karnavian.
"Iya begitu, makanya dianulir," kata Setyo.
Mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Keamanan Polri itu pun menjelaskan penyebab kericuhan dalam penerimaan calon taruna Akpol Jawa Barat tahun anggaran 2017.
Ia mengatakan kericuhan tersebut terjadi setelah sejumlah bakal calon taruna yang memperoleh nilai baik dinyatakan tidak lulus oleh panitia seleksi daerah.
Kadiv Humas Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto (CNN Indonesia/Martahan Sohuturon) |
"Intinya mereka tidak puas, tidak hanya orang tua, bakal calon taruna saja nangis di video yang beredar itu. Bagaimana rasanya, sudah lulus tes dan dapat nilai bagus ternyata tidak lulus karena dianggap bukan putra atau putri daerah," kata Setyo.
Keributan terkait
local boy terjadi setelah beredarnya video orangtua calon taruna Akpol, Nani (47), yang memprotes polisi di Polda Jabar. Video itu viral di media sosial pekan lalu.
Nani mempertanyakan kebijakan prioritas putra daerah yang tertuang dalam keputusan Kapolda Jawa Barat yang dikeluarkan tanggal 23 Juni 2017.
Dalam keputusan Kapolda tersebut diatur pedoman penerapan persentase kelulusan tingkat panitia daerah (panda) bagi putra-putri daerah dalam proses seleksi penerimaan anggota Polri secara terpadu (Akpol, Bintara, Tamtama), TA 2017 Panitia Daerah Polda Jabar.
Dalam keputusan Kapolda Jabar itu, hasil kelulusan sementara sebanyak 35 orang pria dan empat orang wanita dengan kuota 13 orang putra daerah dan 22 orang non-putra daerah. Namun setelah melewati tahap seleksi hanya sebanyak 12 orang putra daerah dan 11 orang nonputra daerah yang diterima.
"Nah di situ (kebijakan) non-putra daerah diambil hanya 11 orang, padahal nilainya lebih tinggi dari putra daerah. Kami protes, kalau putra daerah itu nilainya tinggi, enggak apa-apa, kami ikhlas, tapi ini di bawah dari (putra) kami," kata Nani.
Nani mengatakan kebijakan prioritas putra daerah ini diberitahukan kepada orang tua calon siswa saat pengumuman kelulusan, Rabu (28/6) di Polda Jabar.
Saat itu, orang tua siswa bereaksi keras karena tidak ada pemberitahuan sebelumnya soal kategorisasi putra daerah dan non putra daerah.
Sementara itu, pada hari ini, di Mapolda Jabar, Anton membantah tentang surat keputusan tersebut.
"Itu enggak ada. Tidak pernah ada surat keputusan itu," ujar Anton di Markas Polda Jabar, Kota Bandung, seperti dikutip dari
Antara.
Anton juga menegaskan surat keputusan yang beredar itu tidak berdasar dan tidak bisa dipertanggungjawabkan. Bahkan, Anton mengaku tidak tahu menahu terkait terbitnya surat tersebut.
"Itu kan isu, mana buktinya. Belum bisa dibenarkan," kata dia.