Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Reserse Kriminal Polri telah memeriksa 17 orang saksi terkait kasus dugaan kecurangan dalam proses produksi dan distribusi yang dilakukan PT Indo Beras Unggul (IBU).
Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Brigadir Jenderal Agung Setya mengatakan, sebanyak 16 orang yang diperiksa berasal dari Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, pedagang beras, dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia yang dimintai keterangan pada Jumat (21/7).
"Sebelumnya sudah kami periksa 16 orang. Hari ini, sebenarnya ada sembilan yang dijadwalkan, (tapi) delapan minta dilakukan penundaan," kata Agung saat ditemui di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan, Senin (24/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, jenderal polisi bintang satu itu menolak menjelaskan peran masing-masing saksi yang dihadirkan dalam penyidikan pada hari ini.
Agung hanya mengatakan, penyidik akan mendalami kasus dugaan kecurangan PT IBU ini dari proses produksi hingga distribusi.
"Semua yang terkait dengan masalah hulu sampai hilirnya adalah pihak-pihak yang perlu kami minta keterangannya," ucap dia.
Sebelumnya, Bareskrim menggerebek gudang beras milik PT IBU di Jalan Rengas, Karangsambung, Kedungwaringin, Kota Bekasi, Jawa Barat, Kamis (20/7) lalu.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Rikwanto menyebut PT IBU diduga mengambil keuntungan hingga 200 persen dalam tindak kecurangan yang dilakukannya.
Keuntungan tersebut diambil dari bahan baku bersubsidi seperti pupuk, alsintan, dan benih yang digunakan oleh petani untuk menghasilkan beras yang berasal dari varietas IR64 atau setara.
Rikwanto mengatakan, pada 2017 pemerintah mengalokasikan subsidi untuk pupuk sebesar Rp31,1 triliun, dan subsidi benih Rp1,2 triliun. Sementara, lanjutnya, PT IBU membeli beras dari petani seharga Rp7.000, kemudian dipoles dan dijual dengan harga Rp20.400.
“Itu 200 persen dari harga pembelian,” kata Rikwanto.
PT IBU sendiri membantah tuduhan polisi ini.
Komisaris Utama induk perusahaan PT IBU, PT Tiga Pilar Sejahtera, Anton Apriyantono membantah perusahaannya telah melakukan manipulasi harga beras dan mengatakan beras yang diproduksi perusahaannya sesuai standar nasional Indonesia, bukan beras oplosan.