Jakarta, CNN Indonesia -- Ratusan warga negara asing asal China ditangkap polisi di kawasan perumahan mewah di Jakarta, Surabaya, dan Bali. Mereka diduga melakukan kejahatan siber di Indonesia dengan modus penipuan
online. Kasus ini mengingatkan isu banjir tenaga kerja asing pada awal tahun ini.
Jaringan ini beroperasi sejak Februari lalu. Polisi menyebut sindikat kejahatan siber memilih beroperasi di Indonesia karena mereka mudah masuk ke wilayah negara kepulauan, selain menganggap peraturan terkait
internet service provider (ISP) cenderung tidak ketat.
Sindikat itu menyasar warga China yang tinggal di Indonesia. Kepolisian China yang menerima sejumlah laporan warganya kemudian melapor ke Polri. Polisi menyebut sindikat ini masih satu jaringan yang sama, meski lokasi operasinya berbeda.
Kepolisian China pun meminta pemerintah RI mendeportasi para pelaku kejahatan siber internasional itu. Menanggapi hal ini, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan, keputusan deportasi akan dilakukan setelah proses hukum di Indonesia selesai.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yasonna tak yakin jika ratusan WN China itu tidak memiliki paspor saat masuk ke Indonesia. Dia menduga para pelaku membuang paspornya untuk mempersulit petugas.
Data Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham menyebutkan, WN China yang memiliki kartu izin tinggal terbatas (kitas) di Indonesia berjumlah 31 ribu orang. Dari jumlah itu, hanya sekitar 27 ribu orang yang memiliki kitas kerja di Indonesia.
Sepanjang 2016, Ditjen Imigrasi mencatat perlintasan WN China masuk ke Indonesia sebanyak 1.401.443 orang. Sementara, WN China yang keluar dari Indonesia sebanyak 1.452.249 orang.
Kepala Bagian Humas dan Umum Ditjen Imigrasi Agung Sampurno menjelaskan, perbedaan jumlah WN China yang masuk dan keluar Indonesia terkait status kepemilikan paspor dan metode pencatatan perlintasan keimigrasian.
Polisi memeriksa warga negara asing yang diduga terlibat kejahatan siber saat dipindahkan dari Mapolda Bali ke Jakarta. (ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana) |
Menurut Agung, kedatangan WN China ke Indonesia cukup beragam, seperti melakukan kunjungan sosial budaya, bersekolah, beribadah, berobat, dan bekerja. Seluruh alasan kedatangan itu dianggap legal selama memenuhi prosedur yang berlaku.
Meski demikian, ia tidak menampik WN China mendominasi pelanggaran keimigrasian sepanjang 2016. Ditjen Imigrasi mencatat lebih dari 1.800 WN China telah dilakukan tindakan administrasi berupa deportasi hingga pencekalan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Dia menyebutkan, sebanyak 127 WN China tercatat melakukan sejumlah pelanggaran pro justitia. Pelanggaran itu di antaranya penyalahgunaan izin tinggal, tidak memiliki dokumen sah, tidak ada kejelasan kedatangan, hingga tindak kriminal.
"Yang terbanyak adalah penyalahgunaan izin tinggal," kata Agung kepada
CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu.
Agung menilai, banyaknya warga China yang menyalahi aturan karena karakter mereka tidak semaju warga negara Eropa dan Amerika. Ia menyebut, warga China tidak tertib pada aturan.
Untuk mencegah pelanggaran hukum, Ditjen Imigrasi pun memberi perlakukan khusus terhadap setiap warga China yang masuk ke Indonesia, yaitu dengan
profiling khusus, pengulangan pemeriksaan, hingga memastikan alasan kedatangan ke Indonesia.
"Ada beberapa negara yang kami
profiling. Secara perilaku memang warga negaranya (sebagian WN China) tidak tertib. Jadi ketika (WN China) datang, pasti kewaspadaanya tinggi," ujar Agung.