Kabareskrim Sebut Kasus Beras Maknyuss adalah Perkara Biasa

Martahan Sohuturon | CNN Indonesia
Selasa, 01 Agu 2017 22:47 WIB
Ramainya kasus beras Maknyuss disebut oleh Kebareskrim Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto karena banyaknya pernyataan di tengah masyarakat.
Ilustrasi: Ramainya kasus beras Maknyuss disebut oleh Kebareskrim Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto karena banyaknya pernyataan di tengah masyarakat. (ANTARA FOTO/Risky Andrianto)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto mengatakan kasus dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh PT Indo Beras Unggul (IBU) sebagai produsen merek beras 'Maknyuss' dan 'Ayam Jago' adalah perkara biasa.

Menurut Ari, penanganan kasus PT Indo Beras Unggul menjadi perhatian publik akibat berbagai pernyataan yang beredar di tengah masyarakat.

"(Kasus) beras itu menonjolnya karena komentar-komentar, masalah kasusnya biasa," kata Ari di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan, Selasa (1/8).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia menyebut jajaran penyidik dari Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim masih mengonstruksikan sejumlah dugaan pelanggaran yang dilakukan PT Indo Beras Unggul.


Langkah itu, lanjutnya, ditempuh dengan memeriksa sejumlah saksi dan ahli, seperti jajaran direksi PT Indo Beras Unggul yang menjalani pemeriksaan hari ini.

"Masih dugaan-dugaan itu yang kami konstruksikan. Kalau kami, perbuatan pidana itu siapa yang melakukan. Dia yang diminta pertanggungjawaban," ucap mantan Kapolda Sulawesi Tengah itu.

Di sisi lain, Ari mengatakan pembatalan harga eceran tertinggi yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 47 Tahun 2017 tidak akan memengaruhi penanganan kasus PT Indo Beras Unggul.

Dia menuturkan, penyidik tidak hanya melihat pidana dari satu sisi. Menurutnya, ada aspek lain yang diduga dilanggar oleh produsen, salah satunya soal ketidaksesuaian kadar nutrisi yang tercantum dalam label kemasan.


Ari pun menyerahkan kepada ahli untuk menilai unsur pidana dalam kasus tersebut.

“Nanti saksi ahli akan jelaskan itu," tuturnya.

Polemik kasus beras ini berawal saat Satuan Tugas Pangan Polri menggerebek gudang beras PT Indo Beras Unggul di Jalan Rengas kilometer 60 Karangsambung, Kedungwaringin, Bekasi, Jawa Barat pada Kamis (20/7) malam.

Perusahaan tersebut diduga telah melakukan tindak pidana dalam penjualan beras yakni dengan menjual beras subsidi sebagai beras premium dan memalsukan kandungan produk beras pada kemasannya.

Ilustrasi: jajaran penyidik dari Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim masih mengonstruksikan sejumlah dugaan pelanggaran yang dilakukan PT Indo Beras Unggul.Ilustrasi: Jajaran penyidik dari Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim masih mengonstruksikan sejumlah dugaan pelanggaran yang dilakukan PT Indo Beras Unggul. (ANTARA FOTO/Risky Andrianto)

Anak perusahaan dari PT Tiga Pilar Sejahtera ini diduga telah mengubah gabah jenis IR64 yang dibeli seharga Rp4.900 per kilogram dari petani dan menjadi beras bermerek.

Direktur Tipideksus Bareskrim Brigjen Agung Setya mengatakan, gabah yang diperoleh PT Indo Beras Unggul kemudian diproses menjadi beras dan dikemas dengan merek 'Maknyuss' dan 'Ayam Jago' untuk dipasarkan di pasar modern dengan harga Rp13.700 per kilogram hingga Rp20.400 per
kilogram.

"Harga penjualan beras produk PT Indo Beras Unggul di tingkat konsumen juga jauh diatas harga yang ditetapkan pemerintah yaitu sebesar Rp9.000 per kilogram," paparnya.

PT Indo Beras Unggul diduga telah melanggar Pasal 382 KUHP dan Pasal 141 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan serta Pasal 62 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.


Menyikapi polemik yang terjadi, Ombudsman Republik Indonesia langsung mendalami adanya potensi maladministrasi atau pelanggaran hukum dan etika dalam proses administrasi pada kasus penggrebekan gudang beras PT Indo Beras Unggul.

Anggota Ombudsman Ahmad Alamsyah Saragih mengatakan, informasi yang simpang siur dalam penggerebekan gudang beras ini menunjukkan bahwa aparat kepolisian belum punya data yang jelas. Sehingga dasar hukum dari proses penggrebekan dianggap lemah.

"Hal itu yang akan kami periksa. Untuk memastikan apakah distribusi informasi kepada aparat penegak hukum, dalam hal ini Kapolri itu valid atau tidak, sesat atau tidak," kata Ahmad di Gedung Ombudsman RI, Jakarta, pada Kamis (27/7). (end)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER